-------------------------------------------
(18+) ane mau share video panas terbaru klik DISINI tunggu 5 detik terus klik skip add alamat menonton.
---------------------------------------------------
Menurut Irving Kristol, ilmu ekonomi sebagai sebuah disiplin akademis, dalam perjalanan sejarah, muncul pada abad ke-17 dan 18 sebagai suatu aspek “revolusi” filosofis yang menciptakan dunia “modern” (Kristol, 1981: 203). Dalam hal ini “manusia ekonomi” yang diciptakan ilmu ekonomi tampil sebagai manusia yang ingin mencapai kepuasan yang tertinggi. Jika ditelusuri lebih jauh kisah, konsep “manusia ekonomi” itu dapat ditelusuri dalam falsafah Psikologi Asosiatif khususnya “hedonisme” serta falsafah “utilitarianisme” yang banyak merambah pengikutnya sejak abad 18 dan 19. Dan kalau ingin ditelusuri lebih jauh lagi “hedonisme” sudah ada sejak zaman Yunani kuno, salah seorang tokohnya yang terkenal adalah Epikurus (341-271 s.M.) Paham ini berpendapat bahwa kepuasan merupakan satu-satunya alas an dalam tindak susila. Hal ini sesuai dengan pendapat Joseph Schumpeter (1954) menulis sebagai berikut: Buku ini akan memaparkan perkembangan dan nasib baik analisis ilmiah di bidang ilmu ekonomi, mulai dari zaman Greaco-Roman hingga sekarang, dalam suatu kerangka social dan politik yang memadai dengan tetap memberi perhatian pada perkembangan-perkembangan di berbagai bidang ilmu social lainnya dan juga filsafat. Sedikit sekali para ekonom kontemporer yang mau melacak ilmunya dari peradaban Greaco-Roman (Yunani-Romawi) dan tidak banyak pula yang menonjolkan keeratan hubungan antara ilmu ekonomi dengan ilmu-ilmu lainnya seperti dengan sejarah maupun filsafat (Bills, 2002: 273). Namun dengan menyediakan tulisan 200 halaman, Schumpeter sengaja melacak hal itu sebelum Adam Smith tahun 1776 menulis The Wealth of Nations, yang menandai munculnya ilmu ekonomi yang sepenuhnya berdiri sendiri (Bill, 2002: 273). Pertama, ide-de yang berkembang pada jaman Renaissance yang menyatakan bahwa manusia adalah bagian dari alam yang berdaulat. Gagasan ini membebaskan para analis ekonomi untuk menerapkan metode-metode rasional dan reduksionis guna mengikis anggapan-anggapan ekonomi yang tidak didasarkan pada fakta atau kajian ilmiah (misalnya, anggapan orang hanya bias disebut kaya jika ia punya banyak emas). Kedua, ilmu ekonomi terbebaskan dari ikatan moral, namun tidak lantas menjadi sosok negara yang penuh kekuasaan yang politik ekonominya amoral seperti yang diperkirakan para merkantilis dan teoretisi lainnya, yang di mata Adam Smith dan kawan-kawan tidak realistis. Ilmu ekonomi sekedar lebih “dingin” dalam menanggapi soal-soal moral, dan membuka diri terhadap kajian kritis. Ketiga, tujuan analisis ekonomi meluas, bukan sekedar pada pemilihan kebijakan dagang demi memperbesar kekuatan negara, melainkan juga menyangkut kehidupan dan kesejahteraan sehari-hari. Perkembangan individualisme libelar di abad 17 dan 18 menggarisbawahi pergeseran itu.
Mulai banyak analisis yang dicurahkan pada
pengerjaan kesejahteraan individu yang telah dipandang
sebagai sesuatu yang wajar, dan tidak lagi dianggap sebagai wujud keserakahan (Bliss, 2000: 273). Pernyataan yang terakhir inilah nampak adanya
titik temu dua aliran besar, yakni aliran yang menghendaki kiprah
aktif negara, dan aliran laissez faire. Kedua-duanya
sama-sama menganggap penting peran negara/pemerintah dalam perekonomian. Hanya saja mereka masih berbeda
pendapat secara mendasar tentang sejauh mana peran itu dilakukan?
Kebijakan menjadi topik kajian yang sangat diminati,
dan sampai sekarang aneka model dan rumusannya terus dikembangkan demi memudahkan berlangsungnya perumusan kebijakan ekonomi yang sebaik-baiknya.
Ilmu ekonomi sendiri terus bergulat dengan
persoalan-persoalan epistemologi dan aksiologinya. Ilmu
ekonomi memang bukan ilmu pasti seperti fisika, biologi,
maupun kimia yang serba eksak. Ilmu ekonomi memiliki modelmodel data dan asumsi-asumsinya sendiri yang
bersifat menyederhanakan atau simplistik. Di dalamnya juga
terkandung nilai-nilai, tentang apa yang dianggap baik atau buruk.
Padahal ilmu pada umumnya bebas nilai (bukan dalam penegrtian acak, namun bebas dari penilaian si
ilmuwan). Secara umum, asumsi kedaulatan selera individu
tidak dipersoalkan oleh para ekonom. Sejak Vilfredo Pareto
sampai sekarang, dukungan bagi pengajaran kepentingan
individu merupakan inti ekonomi kesejahteraan. Namun Hicks (1969) menentang pandangan itu dengan
mengungkapkan adanya tiga kelemahan dalam
evaluasinya. Hal ini didukung oleh Arrow (1973) yang secara meyakinkan dapat menunjukkan melui sebuah fungsi
kesejahteraan yang diderivasikan dari preferensi
individu bahwa prinsip kedaulatan konsumen akan memunculkan pemaksaan atau kediktatoran satu individu
kepada individu lainnya. Meskipun rumusan Arrow itu
controversial (lihat misalnya Sen, 1979), namun pendapatnya telah mengubah keyakinan mutlak tentang
kedaulatan konsumen yang semula diagungkan.
Memang
sejumlah ekonom lebih suka menanggalkan sikap netral dan melacak implikasi dari suatu kebijakan
berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri, meskipun ekonom
lain mempertahankannya. Hal ini antara lain terwujud berupa teori kebijakan keuangan publik yang
mementingkan kepentingan umum; misalnya mereka menegaskan bahwa pajak
rata-rata (lump taxation) adalah yang paling baik
karena tagihan yang dibebankannya terhadap setiap wajib pajak relatif paling kecil, meskipun distribusinya
tidak merata (pajak yang dibayarkan oleh orang kaya
dan miskin tidak banyak berbeda (Atkinson dan Stiglitz, 1980). Perdebatan ini tidaklah berarti bahwa ilmu
ekonomi sejak awal suddah demikian sarat dengan nilai. Usulan
pajak rata-rata itu lebih bertolak dari sikap yang tidak
terlalu mementingkan kaitan antara efisiensi dan distribusi pungutan pajak, serta sikap itu sendiri diwarnai oleh
angan-angan akan adanya lembagalembaga ekonomi yang
sempurna dan mampu menjangkau batas kemungkinan kepuasan (utility
possibility frontier) melui kebijakan tertentu. Ilmu ekonomi modern berusaha mencapai “kompatibilitas
intensif” atau pengutamaan disain dan fungsi
lembaga-lembaga ekonomi, termasuk perpajakan, di mana setiap individu dimudahkan oleh negara dalam mengejar
kepentingannya (Fudenberg dan Tirole, 1991).
Dalam
ekonomi modern, disain kebijakannya jauh lebih rumit dan canggih, dan begitu juga asumsi pembatasannya
lebih banyak daripada perekonomian pada abad sebelumnya
khususnya aabad ke-18. Bentuk dan sejauh mana peran negara
dalam ekonomi dimodelkan dalam konteks disain system perpajakan dan regulasi. Harus diakui bahwa
kajian tentang desain kebijakan ini kian lama kian
lengkap. Lalu seberapa jauh keberhasilan ilmu ekonomi
di akhir abad 20 atau awal 21? Ditinjau sekilas secara ekologis,
ilmu ekonomi memang cukup berhasil. Ia mampu
mereproduksi diri secara efisien. Namun kemampuannya dalam memecahkan masalah masih perlu dipertanyakan.
Bahkan sejak pertengahan tahun 1970-an, para ekonom sering
mempertanyakan relevansi ilmu mereka dengan kebijakan,
khususnya dalam ekonomi makro yang teori-teorinya masih jauf dari efektif, meskipun mereka sendiri ⎯
termasuk Adam Smith dahulu ⎯ menyadari bahwa teori tidak akan dapat
memperbaiki kondisi pasar. Betapa-pun, ilmu ekonomi akan
tetap mmenarik karena dapat menawarkan perspektif guna memahami apa yang terjadi di pasar. Hampir setiap kekeliruan kebijakan selalu
ditimpakan pada pemikiran intelektual yang melandasinya. Hal ini
tidak selalu benar, karena ada kalanya kegagaln
kebijakan disebabkan oleh faktor-faktor non-ekonomi ataupun yang lain. Sebaliknya kegagalan ekonomi bisa ikut
menyebabkan hancurnya suatu system negara seperti
yang dialami sistem komunisme di Uni Soviet dan Eropa Timur lainnya. Namun tentu saja pasar atau ekonomi
dan langkah-langkah pembinaannya (misalnya liberalisasi)
bukan satu-satunya solusi. Hal ini terbukti dengan gagalnya
serangkaian reformasi ekonomi di bekas negara-negara komunis Eropa Timur itu. Kondisi ekonomi di setiap
masyarakat terbukti tidak bias dilepaskan dari pengalaman dan
presumsi sejarahnya.
-------------------------------------------
(18+) ane mau share video panas terbaru klik DISINI tunggu 5 detik terus klik skip add alamat menonton.
---------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment