Sunday, July 28, 2013

RELASI POLITIK DAN HUKUM DI INDONESIA


  -------------------------------------------

(18+) ane mau share video panas terbaru klik DISINI tunggu 5 detik terus klik skip add alamat menonton.

---------------------------------------------------

Berbicara tentang relasi antara hukum dan politik adalah berbicara bagaimana hukum bekerja dalam sebuah situasi politik tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud adalah hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai yang berkembang dan nilai-nilai yang dimaksud adalah keadilan. Dengan demikian idealnya hukum dibuat dengan mempertimbangkan adanya kepentingan untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan tersebut. Dengan ciri-ciri mengandung perintah dan larangan, menuntut kepatuhan dan adanya sangsi, maka hukum yang berjalan akan menciptakan ketertiban dan keadilan di masyarakat.
Hukum sebagai salah satu kaidah yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa negara adalah sebuah produk dari kegiatan politik, yang dapat terbaca dari konteks dan kepentingan yang melahirkan hukum itu dan bagaimana hukum tersebut dijalankan. Berbeda dengan kaidah agama yang didasarkan pada ketaatan individu pada Tuhan atau kaidah kesusilaan dan kesopanan yang didasarkan pada suara hati atau dasar-dasar kepatutan dan kebiasaan, kaidah hukum dibuat untuk memberikan sangsi secara langsung yang didasarkan pada tindakan nyata atas apa yang disepakati/ditetapkan sebagai bentuk-bentuk pelanggaran berdasarkan keputusan politik.
Dengan dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keadilan akan dapat terwujud apabila aktifitas politik yang melahirkan produk-produk hukum memang berpihak pada nilai-nilai keadilan itu sendiri. Terlepas bahwa dalam proses kerjanya lembaga-lembaga hukum harus bekerja secara independen untuk dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum, dasar dari pembentukan hukum itu sendiri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik juga harus mengandung prinsip-prinsip membangun supremasi hukum yang berkeadilan.
Dalam konteks Indonesia, cita dan fakta yang berkaitan dengan penegakan keadilan masih belum dapat bertemu. Harapan akan adanya instrumen dan pengadilan yang fair dan berkadilan sangat bertentangan dengan maraknya mafia-mafia peradilan dan praktek-praktek hukum yang menyimpang. Pada tingkatan tertentu Indonesia bahkan dapat dikatakan berada pada situasi lawlessness, misalnya, sekelompok orang bersenjata dapat bergerak bebas dan melakukan tindak kekerasan tanpa mendapat tindakan apa pun dari aparat kepolisian, massa dapat mengadili pencuri kelas teri dan membakarnya, sementara pengadilan membebaskan koruptor kelas kakap. Dunia hukum Indonesia berada dalam kuasa “demoralisasi, disorientasi, dehumanisasi dan dekadensi”.
A.    Keadilan di Indonesia
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Aristoteles telah menulis secara luas tentang keadilan. Ia menyatakan bahwa keadilan adalah kebijakan yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia. Lebih lanjut, Aristoteles dalam tulisannya Retorica membedakan keadilan dalam dua macam yaitu keadilan distributif (justitia distributiva) sebagai keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing, serta keadilan komulatif (justitia cummulativa) sebagai keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa memperdulikan jasa masing-masing. Keadilan komulatif ini didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela atau pun tidak.
Selain Aristoteles, Thomas Aquinas juga telah menjabarkan keadilan dengan membedakannya dalam dua kelompok yaitu keadilan umum (justitia generalis) dan keadilan khusus (justitia specialis). Keadilan umum adalah keadilan menurut kehendak undang-undang yang harus ditunaikan demi kepentingan umum, sedangkan keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau proporsional. Keadilan khusus kemudian dijabarkan dalam tiga bentuk, yaitu:
1.   Keadilan distributif (justitia distributiva) adalah keadilan yang secara proporsional yang diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum;
2.   Keadilan komutatif (justitia commutativa) adalah keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dengan kontraprestasi.
3.   Keadilan vindikatif (justitia vindicativa) adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Seseorang akan dianggap adil apabila dipidana badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindak pidana yang dilakukannya.
Ibnu Taymiyyah juga memberikan pandangan tentang keadilan, bahwa keadilan adalah memberikan sesuatu kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan haknya yang harus diperolehnya tanpa diminta, tidak berat sebelah atau tidak memihak kepada salah satu pihak, mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah, bertindak jujur dan tetap menurut peraturan yang telah ditetapkan. Keadilan merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang asasi dan menjadi pilar bagi berbagai aspek kehidupan, baik individual, keluarga, maupun masyarakat. Keadilan ini tidak hanya menjadi harapan setiap insan/manusia, akan tetapi kitab suci umat Islam (Al Quran) menjadikan keadilan sebagai tujuan risalah samawi.
Keadilan merupakan masalah penting dan mendesak untuk dipahami dalam kehidupan manusia, baik dalam lingkup bermasyarakat, bernegara, maupun hubungan internasional. Ungkapan ini telah lama disuarakan oleh John Rawls yang dipandang sebagai teori keadilan paling komprehensif hingga kini. Teori Rawls sendiri berangkat dari pemahaman/pemikiran utilitarianisme, sehingga banyak mempengaruhi pemikiran Jeremy Bentham, J.S. Mill, dan Hume yang dikenal sebagai tokoh-tokoh utilitarinisme. Sekalipun, John Rawls sendiri lebih sering dimasukkan dalam kelompok penganut Realisme Hukum.
Begitu pentingnya nilai keadilan dalam masyarakat menuntut agar nilai-nilai tersebut dapat diwujudkan serta hidup terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam ukuran negara. masing-masing memiliki teori keadilannya sendiri yang mungkin saja berbeda satu dengan yang lainnya, dan tidak terkecuali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang berfungsi sebagai filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa di antara sesama warga masyarakat dalam konteks kehidupan bernegara menunjukkan hakikat Pancasila sebagai ideologi terbuka. Konsekuensi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah membuka ruang membentuk kesepakatan masyarakat bagaimana mencapai cita-cita dan nilai-nilai dasar tersebut. Kesepakatan tersebut adalah kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basic of goverment) dan kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures).
Pancasila merupakan dasar negara dan landasan ideologi Indonesia. Dalam penerapan keadilan di Indonesia, Pancasila sangat berperan penting sebagai dasar keadilan sebagaimana disebutkan pada sila ke-2 dan sila ke-5. Sila ke-2 yang berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung delapan makna. Sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung sebelas makna.
Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila yang kemudian dicabut dengan Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 butir-butir dari prinsip keadilan juga telah diungkapkan secara jelas, termasuk yang dikemukakan oleh John Rawls. Selanjutnya, pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, secara tegas juga disebutkan komitmen bangsa Indonesia tehadao keadilan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dikatakan keadilan menurut bangsa Indonesia adalah “Keadilan Sosial”.
Menurut Notohamidjojo, keadilan sosial menuntut supaya manusia hidup dengan layak dalam masyarakat. Masing-masing harus diberi kesempatan menurut menselijke waardigheid (kepatutan kemanusiaan). Pembangunan dan pelaksanaan pembangunan tidak hanya perlu mengandalkan dan mewujudkan keadilan, melainkan juga kepatutan. Istilah kepatutan kemanusiaan dapat pula disebut dengan kepatutan yang wajar atau proporsional.
Keadilan sangat berkaitan erat dengan hak. Hanya saja dalam teorisi keadilan bangsa Indonesia, hak tidak dapat dipisahkan dengan pasangan anatominya yaitu kewajiban. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab dengan tegas mengamanatkan keserasian antara hak dan kewajiban sebagai manusia yang hidup bermasyarakat. Keadilan hanya akan tegak dalam masyarakat yang beradab atau sebaliknya dan hanya masyarakat beradab yang dapat menghargai keadilan.
Keserasian hak dan kewajiban menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk berdimensi monodualistis yaitu sebagai makhluk individual dan makhluk sosial (kolektif). Pengertian adil bagi bangsa Indonesia pun tidak serta merta mengarah kepada suatu maksimum penggunaan barang bagi suatu komunitas (average utility, dihitung per kapita) menurut utilitarianisme atau ke arah suatu maksimum penggunaan barang secara merata dengan tetap memperhatikan kepribadian tiap-tiap orang menurut teori keadilan dari John Rawls. Sesuai dengan keseimbangan hak dan kewajiban, maka keadilan dengan demikian menuntut keserasian antara nilai spiritualisme dan materialisme, individualisme dan kolektivisme, pragmatisme dan voluntarisme, acsetisisme dan hedonisme, empirisme dan intuisionisme, rasionalisme dan romantisme.
Pengertian keadilan sosial jauh lebih luas dibandingkan keadilan hukum. Keadilan sosial bukan sekadar berbicara tentang keadilan dalam arti tegaknya peraturan perundang-undangan atau hukum, namun berbicara lebih luas tentang hak warga negara dalam sebuah negara. Keadilan sosial adalah keadaan dalam mana kekayaan dan sumberdaya suatu negara didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat. Dalam teori ini, terkandung makna bahwa pemerintah dibentuk oleh rakyat untuk melayani kebutuhan seluruh rakyat dan pemerintah yang tidak memenuhi kesejahteraan warga negaranya adalah pemerintah yang tidak berlaku adil.
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materil maupun spiritual. Hal ini berarti keadilan itu tidak hanya berlaku bagi orang kaya saja, tetapi berlaku pula bagi orang miskin, bukan hanya untuk para pejabat, tetapi untuk rakyat biasa pula, dengan kata lain seluruh rakyat Indonesia baik yang berada di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun bagi Warga Negara Indonesia yang berada di negara lain.
Dalam konteks pembangunan Indonesia, keadilan inipun tidak bersifat sektoral, tetapi meliputi semua lapangan, baik dalam ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Hanya dengan demikian akan dapat dipenuhi tujuan nasional yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan[1].
B.     Keadilan Dalam Pembangunan Politik
Dalam perkembangannya sekarang ini baik HAM maupun konsep pembangunan sudah diperluas. Antara Hak-hak Azasi dan pembangunan tidak ada pertentangan lagi bahkan menjadi terintegrasi secara total. Hak-hak Azasi Manusia tidak saja hak untuk berkumpul, berserikat dan berbicara (civil and political rights} tetapi juga hakhak ekonomi, sosial dan kebudayaan. Sebaliknya pembangunan tidak saja diartikan pertumbuhan ekonomi tetapi juga pembangunan social, politik dan kebudayaan. Pembangunan kita bertujuan pula membangun manusia Indonesia seutuhnya. Untuk pembangunan manusia, seseorang memerlukan baik makanan maupun kebebasan berpendapat ; makanan perlu untuk dapat tetap hidup, kebebasan mengeluarkan pendapat dibutuhkan agar jiwa dapat tetap berkembang, Keduanya kebutuhan yang mendasar dan absolute. Dengan menerima bahwa semua hak-hak azasi manusia adalah saling berkaitan dan tdak dapat dipisahkan, maka penegakan hak-hak sipil dan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan harus dilaksanakan dan didorong dengan intensitas yang sama. Hak-hak sipil dan politik tidak lebih prioritas dari hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan. Begitu juga sebaliknya. Kita di Indonesia yang memilikii UUD’45 dan Pancasila,15 yang isi dan jiwanya menurut hemat saya mencakup hak-hak azasi dibidang politik, ekonomi, sosial dan budaya harus mengusahakan terus tegaknya hak-hak tersebut, bukan karena kita tunduk pada tekananluar, tetapi sejak semula hak-hak tersebut sudah menjadi milik kita sebagai bangsa.
Hukum sebagai bagian tidak terpisahkan dari pembangunan, seharusnya dapat berperan penting. Karena hukum berperan sebagai alat mencapai keadilan, alat merubah cara berpikir masyarakat, disamping juga sebagai alat menciptakan ketertiban dalam proses pembangunan. Temyata, hukum disalah artikan, hanya semata sebagai alat repressif. Andaikata hukum dipandang sebagai alat pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam mencapai kebutuhan, tidak saja fisik (primer), tetapi juga alat pemenuhan hak-hak sosial, hak-hak pembangunan, dan sebagai alat aksesibilitas berperan sebagai subyek pembangunan, maka mungkin kasus-kasus sosial dapat dengan mudah diselesaikan, tanpa meluas dengan skala yang sekarang.
Akan sangat rentan lagi kiranya penanganan sosial ke depan, bila aspek pembangunan berkelanjutan tidak dimaknai dan diimplementasikan dengan memberi proporsi yang sama antara aspek ekonomi, sosial dan penanganan sumber daya alam dan lingkugan. Hukum dan keadilan, bila tidak diintegrasikan dengan baik kepada persoalan pembangunan, hanya akan menjadi diskursus yang tidak ada hentinya untuk menjadi perbincangan yang mencemaskan di tengah masyarakat.


  -------------------------------------------

(18+) ane mau share video panas terbaru klik DISINI tunggu 5 detik terus klik skip add alamat menonton.

---------------------------------------------------

No comments:

Post a Comment