-------------------------------------------
(18+) ane mau share video panas terbaru klik DISINI tunggu 5 detik terus klik skip add alamat menonton.
---------------------------------------------------
Berbicara tentang relasi antara hukum dan politik adalah berbicara bagaimana hukum bekerja dalam sebuah situasi politik tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud adalah hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai yang berkembang dan nilai-nilai yang dimaksud adalah keadilan. Dengan demikian idealnya hukum dibuat dengan mempertimbangkan adanya kepentingan untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan tersebut. Dengan ciri-ciri mengandung perintah dan larangan, menuntut kepatuhan dan adanya sangsi, maka hukum yang berjalan akan menciptakan ketertiban dan keadilan di masyarakat.
Hukum
sebagai salah satu kaidah yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa negara
adalah sebuah produk dari kegiatan politik, yang dapat terbaca dari konteks dan
kepentingan yang melahirkan hukum itu dan bagaimana hukum tersebut dijalankan.
Berbeda dengan kaidah agama yang didasarkan pada ketaatan individu pada Tuhan
atau kaidah kesusilaan dan kesopanan yang didasarkan pada suara hati atau
dasar-dasar kepatutan dan kebiasaan, kaidah hukum dibuat untuk memberikan
sangsi secara langsung yang didasarkan pada tindakan nyata atas apa yang
disepakati/ditetapkan sebagai bentuk-bentuk pelanggaran berdasarkan keputusan
politik.
Dengan
dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keadilan akan dapat terwujud
apabila aktifitas politik yang melahirkan produk-produk hukum memang berpihak
pada nilai-nilai keadilan itu sendiri. Terlepas bahwa dalam proses kerjanya
lembaga-lembaga hukum harus bekerja secara independen untuk dapat memberikan
kepastian dan perlindungan hukum, dasar dari pembentukan hukum itu sendiri yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga politik juga harus mengandung prinsip-prinsip
membangun supremasi hukum yang berkeadilan.
Dalam
konteks Indonesia, cita dan fakta yang berkaitan dengan penegakan keadilan
masih belum dapat bertemu. Harapan akan adanya instrumen dan pengadilan yang
fair dan berkadilan sangat bertentangan dengan maraknya mafia-mafia peradilan
dan praktek-praktek hukum yang menyimpang. Pada tingkatan tertentu Indonesia
bahkan dapat dikatakan berada pada situasi lawlessness, misalnya,
sekelompok orang bersenjata dapat bergerak bebas dan melakukan tindak kekerasan
tanpa mendapat tindakan apa pun dari aparat kepolisian, massa dapat mengadili
pencuri kelas teri dan membakarnya, sementara pengadilan membebaskan koruptor
kelas kakap. Dunia hukum Indonesia berada dalam kuasa “demoralisasi,
disorientasi, dehumanisasi dan dekadensi”.
A.
Keadilan
di Indonesia
Keadilan
merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang
perjalanan sejarah filsafat hukum. Aristoteles telah menulis secara luas
tentang keadilan. Ia menyatakan bahwa keadilan adalah kebijakan yang berkaitan
dengan hubungan antarmanusia. Lebih lanjut, Aristoteles dalam tulisannya Retorica
membedakan keadilan dalam dua macam yaitu keadilan distributif (justitia
distributiva) sebagai keadilan yang memberikan kepada setiap orang
didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing, serta
keadilan komulatif (justitia cummulativa) sebagai keadilan yang diterima
oleh masing-masing anggota tanpa memperdulikan jasa masing-masing. Keadilan
komulatif ini didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang
sukarela atau pun tidak.
Selain
Aristoteles, Thomas Aquinas juga telah menjabarkan keadilan dengan
membedakannya dalam dua kelompok yaitu keadilan umum (justitia generalis)
dan keadilan khusus (justitia specialis). Keadilan umum adalah keadilan
menurut kehendak undang-undang yang harus ditunaikan demi kepentingan umum,
sedangkan keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau
proporsional. Keadilan khusus kemudian dijabarkan dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Keadilan distributif (justitia
distributiva) adalah keadilan yang secara proporsional yang diterapkan
dalam lapangan hukum publik secara umum;
2. Keadilan komutatif (justitia
commutativa) adalah keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dengan
kontraprestasi.
3. Keadilan vindikatif (justitia
vindicativa) adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti
kerugian dalam tindak pidana. Seseorang akan dianggap adil apabila dipidana
badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas
tindak pidana yang dilakukannya.
Ibnu
Taymiyyah juga memberikan pandangan tentang keadilan, bahwa keadilan adalah
memberikan sesuatu kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan haknya yang
harus diperolehnya tanpa diminta, tidak berat sebelah atau tidak memihak kepada
salah satu pihak, mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan
mana yang salah, bertindak jujur dan tetap menurut peraturan yang telah
ditetapkan. Keadilan merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang asasi dan menjadi
pilar bagi berbagai aspek kehidupan, baik individual, keluarga, maupun
masyarakat. Keadilan ini tidak hanya menjadi harapan setiap insan/manusia, akan
tetapi kitab suci umat Islam (Al Quran) menjadikan keadilan sebagai tujuan
risalah samawi.
Keadilan
merupakan masalah penting dan mendesak untuk dipahami dalam kehidupan manusia,
baik dalam lingkup bermasyarakat, bernegara, maupun hubungan internasional.
Ungkapan ini telah lama disuarakan oleh John Rawls yang dipandang sebagai teori
keadilan paling komprehensif hingga kini. Teori Rawls sendiri berangkat dari
pemahaman/pemikiran utilitarianisme, sehingga banyak mempengaruhi pemikiran
Jeremy Bentham, J.S. Mill, dan Hume yang dikenal sebagai tokoh-tokoh
utilitarinisme. Sekalipun, John Rawls sendiri lebih sering dimasukkan dalam
kelompok penganut Realisme Hukum.
Begitu
pentingnya nilai keadilan dalam masyarakat menuntut agar nilai-nilai tersebut
dapat diwujudkan serta hidup terutama dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam ukuran negara. masing-masing memiliki teori keadilannya
sendiri yang mungkin saja berbeda satu dengan yang lainnya, dan tidak
terkecuali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila
sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang berfungsi
sebagai filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa
di antara sesama warga masyarakat dalam konteks kehidupan bernegara menunjukkan
hakikat Pancasila sebagai ideologi terbuka. Konsekuensi Pancasila sebagai
ideologi terbuka adalah membuka ruang membentuk kesepakatan masyarakat
bagaimana mencapai cita-cita dan nilai-nilai dasar tersebut. Kesepakatan
tersebut adalah kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan
pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basic of goverment) dan
kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur ketatanegaraan (the
form of institutions and procedures).
Pancasila
merupakan dasar negara dan landasan ideologi Indonesia. Dalam penerapan
keadilan di Indonesia, Pancasila sangat berperan penting sebagai dasar keadilan
sebagaimana disebutkan pada sila ke-2 dan sila ke-5. Sila ke-2 yang berbunyi
“kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung delapan makna. Sila ke-5 yaitu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung sebelas makna.
Ketetapan
MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila yang
kemudian dicabut dengan Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 butir-butir dari
prinsip keadilan juga telah diungkapkan secara jelas, termasuk yang dikemukakan
oleh John Rawls. Selanjutnya, pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, secara
tegas juga disebutkan komitmen bangsa Indonesia tehadao keadilan. Berdasarkan
hal tersebut di atas, maka dapat dikatakan keadilan menurut bangsa Indonesia
adalah “Keadilan Sosial”.
Menurut
Notohamidjojo, keadilan sosial menuntut supaya manusia hidup dengan layak dalam
masyarakat. Masing-masing harus diberi kesempatan menurut menselijke
waardigheid (kepatutan kemanusiaan). Pembangunan dan pelaksanaan
pembangunan tidak hanya perlu mengandalkan dan mewujudkan keadilan, melainkan
juga kepatutan. Istilah kepatutan kemanusiaan dapat pula disebut dengan
kepatutan yang wajar atau proporsional.
Keadilan
sangat berkaitan erat dengan hak. Hanya saja dalam teorisi keadilan bangsa
Indonesia, hak tidak dapat dipisahkan dengan pasangan anatominya yaitu
kewajiban. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab dengan tegas mengamanatkan
keserasian antara hak dan kewajiban sebagai manusia yang hidup bermasyarakat.
Keadilan hanya akan tegak dalam masyarakat yang beradab atau sebaliknya dan
hanya masyarakat beradab yang dapat menghargai keadilan.
Keserasian
hak dan kewajiban menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk berdimensi
monodualistis yaitu sebagai makhluk individual dan makhluk sosial (kolektif).
Pengertian adil bagi bangsa Indonesia pun tidak serta merta mengarah kepada
suatu maksimum penggunaan barang bagi suatu komunitas (average utility,
dihitung per kapita) menurut utilitarianisme atau ke arah suatu maksimum
penggunaan barang secara merata dengan tetap memperhatikan kepribadian
tiap-tiap orang menurut teori keadilan dari John Rawls. Sesuai dengan
keseimbangan hak dan kewajiban, maka keadilan dengan demikian menuntut
keserasian antara nilai spiritualisme dan materialisme, individualisme dan
kolektivisme, pragmatisme dan voluntarisme, acsetisisme dan hedonisme,
empirisme dan intuisionisme, rasionalisme dan romantisme.
Pengertian
keadilan sosial jauh lebih luas dibandingkan keadilan hukum. Keadilan sosial
bukan sekadar berbicara tentang keadilan dalam arti tegaknya peraturan
perundang-undangan atau hukum, namun berbicara lebih luas tentang hak warga
negara dalam sebuah negara. Keadilan sosial adalah keadaan dalam mana kekayaan
dan sumberdaya suatu negara didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat.
Dalam teori ini, terkandung makna bahwa pemerintah dibentuk oleh rakyat untuk
melayani kebutuhan seluruh rakyat dan pemerintah yang tidak memenuhi
kesejahteraan warga negaranya adalah pemerintah yang tidak berlaku adil.
Keadilan
sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan, baik materil maupun spiritual. Hal ini berarti keadilan itu tidak
hanya berlaku bagi orang kaya saja, tetapi berlaku pula bagi orang miskin,
bukan hanya untuk para pejabat, tetapi untuk rakyat biasa pula, dengan kata
lain seluruh rakyat Indonesia baik yang berada di wilayah kekuasaan Republik
Indonesia maupun bagi Warga Negara Indonesia yang berada di negara lain.
Dalam
konteks pembangunan Indonesia, keadilan inipun tidak bersifat sektoral, tetapi
meliputi semua lapangan, baik dalam ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan, dan keamanan. Hanya dengan demikian akan dapat dipenuhi tujuan
nasional yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam
kemakmuran dan makmur dalam keadilan[1].
B.
Keadilan
Dalam Pembangunan Politik
Dalam
perkembangannya sekarang ini baik HAM maupun konsep pembangunan sudah
diperluas. Antara Hak-hak Azasi dan pembangunan tidak ada pertentangan lagi
bahkan menjadi terintegrasi secara total. Hak-hak Azasi Manusia tidak saja hak
untuk berkumpul, berserikat dan berbicara (civil and political rights} tetapi
juga hakhak ekonomi, sosial dan kebudayaan. Sebaliknya pembangunan tidak saja
diartikan pertumbuhan ekonomi tetapi juga pembangunan social, politik dan
kebudayaan. Pembangunan kita bertujuan pula membangun manusia Indonesia
seutuhnya. Untuk pembangunan manusia, seseorang memerlukan baik makanan maupun
kebebasan berpendapat ; makanan perlu untuk dapat tetap hidup, kebebasan
mengeluarkan pendapat dibutuhkan agar jiwa dapat tetap berkembang, Keduanya
kebutuhan yang mendasar dan absolute. Dengan menerima bahwa semua hak-hak azasi
manusia adalah saling berkaitan dan tdak dapat dipisahkan, maka penegakan hak-hak
sipil dan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan harus dilaksanakan dan
didorong dengan intensitas yang sama. Hak-hak sipil dan politik tidak lebih
prioritas dari hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan. Begitu juga sebaliknya.
Kita di Indonesia yang memilikii UUD’45 dan Pancasila,15 yang isi dan jiwanya
menurut hemat saya mencakup hak-hak azasi dibidang politik, ekonomi, sosial dan
budaya harus mengusahakan terus tegaknya hak-hak tersebut, bukan karena kita
tunduk pada tekananluar, tetapi sejak semula hak-hak tersebut sudah menjadi
milik kita sebagai bangsa.
Hukum sebagai
bagian tidak terpisahkan dari pembangunan, seharusnya dapat berperan penting. Karena
hukum berperan sebagai alat mencapai keadilan, alat merubah cara berpikir
masyarakat, disamping juga sebagai alat menciptakan ketertiban dalam proses
pembangunan. Temyata, hukum disalah artikan, hanya semata sebagai alat
repressif. Andaikata hukum dipandang sebagai alat pemenuhan kebutuhan
masyarakat dalam mencapai kebutuhan, tidak saja fisik (primer), tetapi juga
alat pemenuhan hak-hak sosial, hak-hak pembangunan, dan sebagai alat
aksesibilitas berperan sebagai subyek pembangunan, maka mungkin kasus-kasus
sosial dapat dengan mudah diselesaikan, tanpa meluas dengan skala yang
sekarang.
Akan sangat rentan lagi
kiranya penanganan sosial ke depan, bila aspek pembangunan berkelanjutan tidak
dimaknai dan diimplementasikan dengan memberi proporsi yang sama antara aspek
ekonomi, sosial dan penanganan sumber daya alam dan lingkugan. Hukum dan
keadilan, bila tidak diintegrasikan dengan baik kepada persoalan pembangunan,
hanya akan menjadi diskursus yang tidak ada hentinya untuk menjadi perbincangan
yang mencemaskan di tengah masyarakat.
-------------------------------------------
(18+) ane mau share video panas terbaru klik DISINI tunggu 5 detik terus klik skip add alamat menonton.
---------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment