Tuesday, October 9, 2018

contoh makalah Latihan Kepemimpinan (LK) II Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)


KATA PENGANTAR


Bismillah Hirrahmanirrahim
Assalamu Alaikum Wr Wb
Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan limpahan rahmat, taufik dan hidayah – Nya penuli dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Peran kader HMI dalam membangun teknologi berbasis Islam” dengan baik dan tepat pada waktunya.
            Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada screening LK II HMI Cabang Makassar Timur.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesemprnaan seperti apa yang diharapkan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan berupa saran atau ide dari semua pihak untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
            Makalah ini dapat terselesaikan tentunya tak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan segala ketulusan, keikhlasan dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepadanya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan partisipasinya sejak dari perencanaan hingga selesainya penyusunan makalah ini, semoga mendapat balasan yang layak dari – Nya.
            Akhirnya, penulis mohon maaf atasa egala kesalahan dan kehilafan yang mungkin ada dan semoga penulisan makalah ini dapat memberikan sumbangsih kepada siapa saja yang membaca dan mempelajarinya.    
Billahi Taufiq Walhidayah
Wassalamu Alaikum Wr Wb
Makassar, 9 Desember 2007


  Penulis
DAFTAR ISI


  1. KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  . . . . . . . . . . .1
  2. DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
  3. PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
  4. MENGENANG KEJAYAAN – KEJAYAAN HMI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
  5. TELAAH KRITIS HMI KE-KINIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
    1. Menyorot kemampuan HMI dalam mendorong kaderisasi . . . . . . . . . 6
    2. Arah Perjuangan HMI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  7
Peran kader HMI dalam membangun teknologi berbasis Islam . .  . . . . . . . .   8
  1. PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
    1. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .12
    2. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .. . . . . . . . . . .12
  2. DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  13














“PERAN KADER HMI DALAM MEMBANGUN
 TEKNOLOGI BERBASIS ISLAM”


PENDAHULUAN
Himpunan Mahasiswa Islam sebagai organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia tentu saja tidak pernah ketinggalan dalam mengambil peran – peran tersebut. Bahkan dalam perjalanan bangsa ini HMI banyak melahirkan kader – kader berkualitas yang mampu melahirkan gagasan – gagasan transformatif yang becirikan ke-Islaman dan ke-Bangsaan yamg kemudian menjadi wacana dominan di Indonesia karena mampu mengintegrasikan berbagai dikotomi – dikotomi gagasan yang ada. Hal itu dapat terjadi karena HMI dikenal dengan sistem kaderisasinya yang sangat mengedepankan wacana – wacana Islam transformatif bagi kadernya, sehingga wajar saja kader – kader HMI dapat mengembangkan potensi individunya yang disesuaikan dengan bidang yang digelutinya sehingga kader – kader HMI tidak pernah lahir dengan satu warna yang sama.

Dalam agenda – agenda perjuangan Mahasiswa HMI tidak pernah absen, bahkan HMI yang lahir pada masa penjajahan menjadikan semangat membela dan mempertahankan  kemerdekaan negara kesatuan RI serta meningkatkan harkat dan martabat ummat Islam Indonesia sebagai missi HMI, yang bisa dikategorikan cukup berani pada masa itu karena harus berhadapan dengan lawan dari luar Indonesia yang pada saat itu sedang berusaha untuk menguasai Indonesia maupun lawan dari dalam yang sangat bertentangan dengan perjuangan – perjuangan Islam. Dari sini kita dapat memahami kata – kata Aidit (salah satu tokoh Komunis Indonesia) “Kalau Tidak Bisa Bubarkan HMI, Pakai Sarung Saja” sebagai hal yang wajar atau bahkan itu sebenarnya merupakan ungkapan ketakutan terhadap HMI yang dianggap sebagai ancaman terhadap perkembangan komunisme di Indonesia.

Semua hal tersebut. Akan mengantarkan kita sebagai kader HMI hari ini untuk memikirkan langkah – langkah strategis dalam mempertahankan citra HMI tersebut yang telah lama dibangun dengan tetap melakukan perbaikan – perbaikan organisasi agar HMI tidak ditinggalkan oleh zaman yang terus bergerak. Agar HMI dapat menjadi organisasi modern yang tetap berpegan pada nilai – nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.

MENGENANG KEJAYAAN – KEJAYAAN HMI

Dalam rentang sejarah Indonesia, HMI termasuk organisasi yang cukup diperhitungkan pengaruhnya. Hal ini dapat terjadi dengan karena berbagai alasan apakah karena kualitas intelektual kader – kadernya maupun karena sepak terjangnya yang bagi sebagai kelompok itu merupakan faktor yang mendorong untuk dilakukannya kerjasama dan bagi sebagian kelompok yang lain itu merupakan ancaman yang harus segera diatasi. Ada dua momentum besar (selain banyak fakta – fakta lainnya) yang dapat kita jadikan bukti nyata kejayaan HMI sebagai organisasi yang pantas disegani.
Pertama, hadirnya Kanda Nurcholish Madjid (Cak Nur) sebagai tokoh atau cendekiawan Indonesia yang sangat fenomenal telah memberikan warna baru dalam catatan kejayaan HMI sebagai organisasi Nasionalisme Islam (Nasionalisme Religius) dengan komitmen kepada Ummat dan Bangsa. Wacana – wacana yang dilontarkan oleh Cak Nur selalu menampakkan sifat fenomenalnya Misalnya saja wacana sekulerisasi agama yang diungkapkan melalui slogannya yang terkenal “Islam Yes, Partai Islam No!”. untuk menjelaskan pengaruh Cak Nur, Fachry Ali memberikan penjelasan yang cukup menarik :

Secara Institusional, hasil dari pengaruh kepribadiannya adalah kinerja HMI dibawa kepemimpinannya dan pada beberapa periode setelah itu. Namun yang paling mencolok adalah keberhasilannya meng-create gerbong “Paramadina” yang melahirkan komunitas tertentu, yang menjadi pendukungnya dari kalangan santri kota. Sedangkan pengaruh secara literer, Cak Nur melalui gagasan dan pemikirannya turut memperkaya khazanah intelektual di Tanah Air maupun di mancanegara. 

Dari sini dapat dilihat bahwa HMI dengan sistem pengkaderannya telah mampu melahirkan cendikiawan sekaliber Cak Nur yang sampai hari ini belum ditemukan tokoh yang mampu menyamainya apakah itu dari internal HMI itu sendiri maupun dari luar HMI.

 Kedua, pada massa kejayaan PKI (Partai Komunis Indonesia), HMI dianggap sebagai organisasi yang sangat menghambat perkembangan partai tersebut. Itu dikarenakan HMI dan PKI berdiri pada dua ideologi yang sangat bertentangan ditambah dengan HMI dalam menjalankan aktifitasnya terkesan sangat berani dan menggangu perkembangan PKI. Hal ini kemudian disikapi oleh PKI dengan meginstruksikan kepada underbownya maupun organisasi – organisasi yang berada dibawah pengaruhnya seperti CGMI (yang pada prakteknya banyak dibantu oleh GMNI), Germindo, Pemuda Indonesia, Lekra, Pemuda Rakyat, Lesbi dan PGRI non-valks sentral untuk melakukan manuver – manuver yang sistematis untuk menyingkirkan HMI, sampai – sampai cara – cara teroris pun mereka gunakan. Momentum ini telah menunjukkan kepada kita bahwa HMI bagi PKI bukanlah sekedar organisasi Mahasiswa Islam yang mandul dan mudah diajak kompromi dalam menjalankan program – program mereka, itu berarti HMI telah dianggap sebagai saingan berat oleh partai yang pernah hampir menguasai dinamika perpolitikan Indonesia tersebut.

Dua fenomena diatas menunjukkan bahwa HMI sebagai Organisasi Kader dan Organisasi Perjuangan bukanlah slogan semata, karena sebagai output dari kaderisasi HMI telah melahirkan tokoh – tokoh yang mampu mempengaruhi dinamika sosial ke-Indonesiaan, itu dapat dilihat pada diri Cak Nur maupun sederetan nama lain seperti Dokter Sulastomo, Ir Akbar Tanjung, Anas Urbaningrum, yang kalau mau diteruskan maka deretan nama tokoh yang kader HMI tersebut akan sangat panjang. Selain itu, fakta diatas juga menjelaskan bahwa HMI sebagai organisasi perjuangan tidak pernah kehilangan peran bahkan termasuk organisasi yang sangat diperhitungkan, itupun belum dimasukkan catatan mengenai keterlibatan HMI dalam Tumbangnya Orde Lama tahun 1966, Peristiwa  Lima Belas Januari (MALARI) tahun 1974, dan terakhir pada runtuhnya Orde baru tahun 1998 yang sering disebut – sebut sebagai tonggak sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia.

TELAAH KRITIS HMI KE-KINIAN

Dalam perjalanannya HMI telah sampai pada massa dimana HMI (dalam artian organisasi maupun kader) telah mengalami berbagai macam kemunduran – kemunduran, bahkan seringkali kader – kader HMI hanya mampu membanggakan kebesaran kader – kader HMI terdahulu maupun membanggakan HMI sebagai organisasi terbesar di Indonesia yang merupakan hasil kerja dari kader – kader HMI terdahulu. Bahkan ada kecenderungan HMI hari ini telah gamang dalam menentukan HMI harus ditempatkan seperti apa. Agar tidak lepas dari fungsi dan peran HMI maka untuk menelaah kondisi HMI kekinian yang seperti itu, maka kita harus melihatnya pada dua aspek penting :

Menyorot Kemampuan HMI dalam mendorong Kaderisasi

Kader adalah ruh dari organisasi HMI, sebagai sistem pengkaderan dalam HMI sangat menentukan hidup matinya organisasi ini. Dalam perjalanan dinamika pengkaderan HMI dari masa ke masa banyak hal yang telah mengalami perubahan dalam sistem pengkaderan HMI, ini dapat dilihat pada fenomena menurunnya budaya intelektual dalam tubuh HMI, menurunnya kualitas wacana kader maupun manurunnya kwantitas kader karena hampir tidak ada lagi wacana yang menjadi ciri khas dari HMI sehingga para mahasiswa labih memilih oraganisasi yang menurut mereka masih memiliki karakter intelektual maupun karakter ke-Islaman. Hal ini disebabkan oleh sistem pengkaderan HMI yang selama ini digunakan pada banyak hal sudah tidak mampu lagi menyesuaikan diri dengan perubahan – perubahan yang selalu terjadi pada zaman maupun pada konteks ke-Indonesiaan sehingga kader – kader HMI yang dilahirkanpun tidak mampu lagi menyesuaikan diri dinamika pemikiran yanmg ada. Hal ini disebabkan oleh lemahnya kemampuan organisasi untuk melakukan penyesuaian – penyesuaian seperlunya dari sistem pengkaderan yang ada agar bisa disesuaikan dengan dialektika wacana yang berkembang. Hasilnya, HMI hanya mampu tampil dengan pemikiran – pemikiran lama di tengah perkembangan wacana yang berlangsung terus – menerus.

Kader HMI hari ini lebih banyak disibukkan dengan mengurusi hal – hal yang mulai jauh dari pengembangan wacana intelektual, sehingga jangankan melahirkan kader seperti Cak Nur, untuk melakukan perbaikan – perbaikan sistem pengkaderan saja HMI sudah sangat sulit untuk peduli.

Arah Perjuangan HMI

Sebagai organisasi perjuangan, HMI pun mulai kehilangan arah gerakan. Ini berbeda dengan organisasi – organisasi mahasiswa lainnya hari ini yang masih tetap berjalan dengan (terlepas dari benar atau salahnya ideologi dan orientasi tersebut) ideologi dan orientasi gerakannya masing – masing. Ada beberapa fenomena yang dapat kita kemukakan sebagai alasan terjadinya hal tersebut :

Pertama, hubungan antara anggota dan alumni HMI hari ini yang mulai bergeser dari idealitasnya yaitu bergeser dari hubungan tanggung jawab ke arah hubungan kepentingan. Ini akan mendorong sulitnya HMI menentukan pilihan – pilihan gerakan yang tepat karena dipengaruhi oleh hubungan anggota-alumni yang berbau kepentingan tersebut, bahkan hanya akan merangsang munculnya benturan – benturan dalam internal HMI yang disebabkan oleh rembesan benturan kepentingan diluar HMI.

Kedua, Tidak adanya format umum gerakan HMI yang berlaku secara nasional, sehingga kelembagaan – kelembagaan HMI pada tingkat lokal pun sulit untuk menemukan format gerakan yang sesuai dengan kondisi lokal kelembagaan tersebut, kondisi perpolitikan nasional dan tanpa meninggalkan karakter umum dari gerakan Organisasi HMI.

Ketiga, Redistribusi data dan informasi gerakan yang tidak merata, sehingga gerakan – gerakan HMI kelihatan sangat terpisah - pisah dan cenderung ada eksklusifitas pada masing – masing lembaga (antar lembaga).

Keempat, Adanya ketidakmampuan organisasi dalam mengelola dan mengontrol gerakan kader maupun kelembagaan – kelembagaan yang ada dalam organisasi karena perkembangan organisasi yang makin hari makin membesar.
Keempat hal tersebut hari ini telah menjadi sesuatu yang telah dianggap biasa dalam dinamika ke-HMI an kita, dimana kalau tidak segera diatasi maka akan lebih banyak memunculkan problem baru dalam organisasi.

Peran kader HMI dalam membangun teknologi berbasis islam
Kita mengakui bahwa sains dan teknologi memang telah mengambil peranan penting dalam pembangunan peradaban material atau lahiriah manusia.Keinginan atau obsesi akan bangkitnya kembali peradaban Islam secara jujur lahir dari bentuk romantisisme terhadap sejarah masa lampau. Walau begitu, keinginan itu tentunya sesuatu yang wajar. Bahkan menjadi kewajiban setiap muslim untuk dapat membangun suatu peradaban yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Karena itu, catatan sejarah di atas akan membuat kita lebih bijak dalam melihat ke arah mana kita akan menuju. Satu hal yang jelas adalah sebuah peradaban baru dapat berdiri kokoh jika berhasil membangun suatu sistem pengetahuan yang mapan. Bangkitnya peradaban Islam akan sangat tergantung pada keberhasilan dalam bidang sains melalui prestasi institusional dan epistemologis menuju pada proses dekonstruksi epistemologi sains moderen yang memungkinkan nilai-nilai Islam terserap secara seimbang ke dalam sistem pengetahuan yang dibangun tanpa harus menjadikan sains sebagai alat legitimasi agama dan sebaliknya. Ini sejalan dengan gagasan islamisasi pengetahuan
Mengapa masyarakat Islam perlu melakukan reformasi sains moderen? Bukankah sains moderen telah begitu banyak memberikan manfaat bagi manusia? Pernyataan ini mungkin benar jika kita melihat tanpa sikap kritis bagaimana sains moderen membuat kehidupan (sekelompok) manusia menjadi lebih sejahtera. Argumen yang masuk akal datang dari Sal Restivo yang mengungkap bagaimana sains moderen adalah sebuah masalah sosial karena lahir dari sistem masyarakat moderen yang cacat. Secara historispun kita bisa memahami bagaimana sains moderen lahir sebagai mesin eksploitasi sistem kapitalisme. Paul Feyerabend bahkan mengkritik sains moderen sebagai ancaman terhadap nilai-nilai demokrasi, kualitas hidup manusia, dan bahkan kelangsungan hidup bumi beserta isinya. Dalam kondisisi seperti ini, Islam semestinya dapat menjadi suatu alternatif dalam mengembangkan sains ke arah yang lebih bijak.
Walau begitu, islamisasi pengetahuan adalah sebuah proyek ambisius untuk tidak menyebutnya utopia. Proyek islamisasi pengetahuan yang sarat dengan nilai akan sangat sulit tercapai karena bertentangan dengan dogma sains moderen yang mengklaim dirinya sebagai “bebas” nilai sehingga bersifat netral dan universal. Klaim netralitas dan universalitas sains moderen itu sendiri pada dasarnya bermasalah.
Netralitas justru menjadi tempat perlindungan bagi sains moderen dari kritik terhadap berbagai permasalahan sosial yang diproduksinya. Sementara universalitas tidak lebih dari sekedar alat hegemoni sains moderen terhadap sistem pengetahuan yang lain. Studi sosial dan kultural terhadap sains moderen yang dilakukan beberapa sarjana memberi cukup bukti bahwa sains dan pengetahuan yang dihasilkannya selalu bersifat kultural, terkonstruksi secara sosial, dan tidak pernah lepas dari kepentingan ekonomi dan politik.
Mencermati kondisi kekinian diatas, maka HMI sebagai lembaga perjuangan harus mampu memainkan perannya dan melakukan  langkah – langkah sistematis sebagai upaya membangun teknologi berbasis islam yaitu :

1. Karena sains modern lahir sebagai mesin eksploitasi system kapitalime, maka  harus membangun studi relasi antar sains dan Islam dengan tidak melepaskan nilai – nilai dasar perjuangan.
2. Memiliki hasrat yang kuat untuk mengusahakan tercapainya sains dan teknologi yang berbasis islam dengan menguasai tekhnologi dan membuka ruang untuk dijadikan sebagai lapangan pekerjaan di bawah pengawasan sendiri.
3. berpropganda / berkampanye mengatakan kepada semua orang tentang kejahatan dibalik perkembangan sains modern yang akan menggrogoti rakyat.
4. berorganisasi, karena dengan organisasilah kita bisa merumuskan agenda kerja perlawanan kita secara lebih sistematis. Ingat dibalik sains modern ada kaum kapitalis dengan agenda globalisasinya yang mempunyai disiplin dan organisasi penindas yang rapi.
Yang paling pokok sejatinya adalah niat kita untuk melakukan sebuah perubahan demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.    




















PENUTUP

HMI dalam membangun teknologi berbasis islam  ruang sosial ke-Indonesiaan telah menjadi konsumsi nasional sehingga masalah HMI bukan lagi menjadi masalah anggota dan kader HMI semata tapi telah menjadi masalah bersama komponen bangsa Indonesia. Itu berarti bahwa ruang sebesar makalah ini tidak akan bisa menyelesaikan pembahasan tentang organisasi yang fenomenal ini. Tetapi, HMI harus selalu didiskusikan oleh anggota dan kader – kadernya demi perbaikan – perbaikan dalam tubuh HMI.  dari uraian ringkas dalam makalah ini kita dapat menarik beberapa kesimpulan dan menawarkan secuil saran yang dapat dipertimbangkan untuk pengembangan HMI kedepan.

Kesimpulan

HMI sebagai organisasi Mahasiswa Islam pernah mewarnai sejarah – sejarah Nasional yang mengantarkan HMI pada masa – masa kejayaannya. Dari sisi inilah HMI dinilai memiliki tanggungjawab Sejarah dalam memperbaiki dinamika sosial ke-Indonesiaan agar mampu bergerak dari masa transisi demokrasi sekarang ini menuju iklim demokrasi yang kita cita – citakan bersama guna mempermudah langkah kearah masyarakat Cita HMI.
HMI hari ini menunjukkan banyak kemunduran dalam hal kaderisasi maupun arah perjuangan. Hal ini membuat perbaikan – perbaikan organisasi menjadi sesuatu yang mendesak untuk dilakukan.

Saran
Perbaikan – perbaikan organisasi dapat dimulai dari penataan (sistem) kelembagaan organisasi HMI, dengan harapan kelembagaan organisasi HMI kedepan dapat menjawab seluruh tuntutan anggota dan kader HMI serta dapat menyesuaikan diri dengan dinamika masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

  1. Ikrar, Taruna. HMI di ambang krisis; menguji vitalitas HMI memasuki abad 21 (Jakarta : Subeka Agung, 1999)
  2. Kurnia, Ahmad Doli. Membongkar Mitos Kebesaran HMI (Jakarta : HMI Publisher, 1999)
  3. Sulastomo. Prediksi Perubahan Global (Jakarta : Harian Kompas, 2000)
  4. Ranuwihardjo, A. Dahlan. Revolusi, Anti Imperialisme, dan Pancasila (Jakarta : INTRANS, 2002)
  5. Nafis, M Wahyuni dan Mochtar, Rifki (editor) HMI, Beban sejarah bagi kadernya? (Jakarta : Fosal PB HMI, 2002)
  6. Cahyono, Imam. Melacak “Akar” Ideologi Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Jakarta : Jurnal Pemikiran Islam Vol.1, No.2,  2003)
  7. Hasbullah. Refleksi Perjuangan HMI dalam Pembangunan Bangsa (Makalah)


No comments:

Post a Comment