KATA PENGANTAR
Bismillah Hirrahmanirrahim
Assalamu Alaikum Wr Wb
Segala
puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan
limpahan rahmat, taufik dan hidayah – Nya penuli dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “ Peran kader HMI dalam membangun teknologi berbasis Islam”
dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada screening LK II HMI Cabang
Makassar Timur.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kesemprnaan seperti apa yang diharapkan, oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan masukan berupa saran atau ide dari semua pihak untuk
perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Makalah ini dapat terselesaikan
tentunya tak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan segala
ketulusan, keikhlasan dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepadanya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
memberikan bantuan dan partisipasinya sejak dari perencanaan hingga selesainya
penyusunan makalah ini, semoga mendapat balasan yang layak dari – Nya.
Akhirnya, penulis mohon maaf atasa
egala kesalahan dan kehilafan yang mungkin ada dan semoga penulisan makalah ini
dapat memberikan sumbangsih kepada siapa saja yang membaca dan mempelajarinya.
Billahi Taufiq Walhidayah
Wassalamu Alaikum Wr Wb
Makassar, 9 Desember 2007
Penulis
DAFTAR ISI
- KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1
- DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
- PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
- MENGENANG KEJAYAAN – KEJAYAAN HMI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
- TELAAH KRITIS HMI KE-KINIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
- Menyorot kemampuan HMI dalam mendorong kaderisasi . . . . . . . . . 6
- Arah Perjuangan HMI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
Peran
kader HMI dalam membangun teknologi berbasis Islam . . . . . . . . . . 8
- PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
- Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .12
- Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .. . . . . . . . . . .12
- DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
“PERAN KADER HMI DALAM MEMBANGUN
TEKNOLOGI BERBASIS ISLAM”
PENDAHULUAN
Himpunan
Mahasiswa Islam sebagai organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia tentu saja tidak pernah
ketinggalan dalam mengambil peran – peran tersebut. Bahkan dalam perjalanan
bangsa ini HMI banyak melahirkan kader – kader berkualitas yang mampu
melahirkan gagasan – gagasan transformatif yang becirikan ke-Islaman dan
ke-Bangsaan yamg kemudian menjadi wacana dominan di Indonesia karena mampu mengintegrasikan
berbagai dikotomi – dikotomi gagasan yang ada. Hal itu dapat terjadi karena HMI
dikenal dengan sistem kaderisasinya yang sangat mengedepankan wacana – wacana
Islam transformatif bagi kadernya, sehingga wajar saja kader – kader HMI dapat
mengembangkan potensi individunya yang disesuaikan dengan bidang yang
digelutinya sehingga kader – kader HMI tidak pernah lahir dengan satu warna
yang sama.
Dalam
agenda – agenda perjuangan Mahasiswa HMI tidak pernah absen, bahkan HMI yang
lahir pada masa penjajahan menjadikan semangat membela dan mempertahankan kemerdekaan negara kesatuan RI serta
meningkatkan harkat dan martabat ummat Islam Indonesia sebagai missi HMI, yang
bisa dikategorikan cukup berani pada masa itu karena harus berhadapan dengan
lawan dari luar Indonesia yang pada saat itu sedang berusaha untuk menguasai
Indonesia maupun lawan dari dalam yang sangat bertentangan dengan perjuangan –
perjuangan Islam. Dari sini kita dapat memahami kata – kata Aidit (salah satu
tokoh Komunis Indonesia)
“Kalau Tidak Bisa Bubarkan HMI, Pakai Sarung Saja” sebagai hal yang wajar atau
bahkan itu sebenarnya merupakan ungkapan ketakutan terhadap HMI yang dianggap
sebagai ancaman terhadap perkembangan komunisme di Indonesia.
Semua
hal tersebut. Akan mengantarkan kita sebagai kader HMI hari ini untuk
memikirkan langkah – langkah strategis dalam mempertahankan citra HMI tersebut
yang telah lama dibangun dengan tetap melakukan perbaikan – perbaikan
organisasi agar HMI tidak ditinggalkan oleh zaman yang terus bergerak. Agar HMI
dapat menjadi organisasi modern yang tetap berpegan pada nilai – nilai
ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.
MENGENANG KEJAYAAN – KEJAYAAN HMI
Dalam rentang sejarah Indonesia, HMI termasuk organisasi
yang cukup diperhitungkan pengaruhnya. Hal ini dapat terjadi dengan karena
berbagai alasan apakah karena kualitas intelektual kader – kadernya maupun
karena sepak terjangnya yang bagi sebagai kelompok itu merupakan faktor yang
mendorong untuk dilakukannya kerjasama dan bagi sebagian kelompok yang lain itu
merupakan ancaman yang harus segera diatasi. Ada dua momentum besar (selain banyak fakta –
fakta lainnya) yang dapat kita jadikan bukti nyata kejayaan HMI sebagai organisasi
yang pantas disegani.
Pertama, hadirnya
Kanda Nurcholish Madjid (Cak Nur) sebagai tokoh atau cendekiawan Indonesia yang
sangat fenomenal telah memberikan warna baru dalam catatan kejayaan HMI sebagai
organisasi Nasionalisme Islam
(Nasionalisme Religius) dengan komitmen kepada Ummat dan Bangsa. Wacana –
wacana yang dilontarkan oleh Cak Nur selalu menampakkan sifat fenomenalnya Misalnya saja wacana sekulerisasi agama yang diungkapkan
melalui slogannya yang terkenal “Islam Yes, Partai Islam No!”. untuk
menjelaskan pengaruh Cak Nur, Fachry Ali memberikan penjelasan yang cukup
menarik :
Secara Institusional, hasil dari pengaruh kepribadiannya
adalah kinerja HMI dibawa kepemimpinannya dan pada beberapa periode setelah
itu. Namun yang paling mencolok adalah keberhasilannya meng-create gerbong “Paramadina” yang
melahirkan komunitas tertentu, yang menjadi pendukungnya dari kalangan santri kota. Sedangkan pengaruh
secara literer, Cak Nur melalui gagasan dan pemikirannya turut memperkaya
khazanah intelektual di Tanah Air maupun di mancanegara.
Dari sini dapat dilihat bahwa HMI dengan sistem pengkaderannya telah
mampu melahirkan cendikiawan sekaliber Cak Nur yang sampai hari ini belum
ditemukan tokoh yang mampu menyamainya apakah itu dari internal HMI itu sendiri
maupun dari luar HMI.
Kedua, pada massa
kejayaan PKI (Partai Komunis Indonesia),
HMI dianggap sebagai organisasi yang sangat menghambat perkembangan partai
tersebut. Itu dikarenakan HMI dan PKI berdiri pada dua ideologi yang sangat
bertentangan ditambah dengan HMI dalam menjalankan aktifitasnya terkesan sangat
berani dan menggangu perkembangan PKI. Hal ini kemudian disikapi oleh PKI
dengan meginstruksikan kepada underbownya maupun organisasi – organisasi yang
berada dibawah pengaruhnya seperti CGMI (yang pada prakteknya banyak dibantu
oleh GMNI), Germindo, Pemuda Indonesia, Lekra, Pemuda Rakyat, Lesbi dan PGRI
non-valks sentral untuk melakukan manuver – manuver yang sistematis untuk
menyingkirkan HMI, sampai – sampai cara – cara teroris pun mereka gunakan.
Momentum ini telah menunjukkan kepada kita bahwa HMI bagi PKI bukanlah sekedar
organisasi Mahasiswa Islam yang mandul dan mudah diajak kompromi dalam
menjalankan program – program mereka, itu berarti HMI telah dianggap sebagai
saingan berat oleh partai yang pernah hampir menguasai dinamika perpolitikan
Indonesia tersebut.
Dua fenomena diatas menunjukkan bahwa HMI sebagai
Organisasi Kader dan Organisasi Perjuangan bukanlah slogan semata, karena
sebagai output dari kaderisasi HMI telah melahirkan tokoh – tokoh yang mampu
mempengaruhi dinamika sosial ke-Indonesiaan, itu dapat dilihat pada diri Cak Nur
maupun sederetan nama lain seperti Dokter Sulastomo, Ir Akbar Tanjung, Anas
Urbaningrum, yang kalau mau diteruskan maka deretan nama tokoh yang kader HMI
tersebut akan sangat panjang. Selain itu, fakta diatas juga menjelaskan bahwa
HMI sebagai organisasi perjuangan tidak pernah kehilangan peran bahkan termasuk
organisasi yang sangat diperhitungkan, itupun belum dimasukkan catatan mengenai
keterlibatan HMI dalam Tumbangnya Orde Lama tahun 1966, Peristiwa Lima Belas Januari (MALARI) tahun 1974, dan
terakhir pada runtuhnya Orde baru tahun 1998 yang sering disebut – sebut
sebagai tonggak sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia.
TELAAH KRITIS HMI KE-KINIAN
Dalam
perjalanannya HMI telah sampai pada massa dimana HMI (dalam artian organisasi
maupun kader) telah mengalami berbagai macam kemunduran – kemunduran, bahkan
seringkali kader – kader HMI hanya mampu membanggakan kebesaran kader – kader
HMI terdahulu maupun membanggakan HMI sebagai organisasi terbesar di Indonesia
yang merupakan hasil kerja dari kader – kader HMI terdahulu. Bahkan ada
kecenderungan HMI hari ini telah gamang dalam menentukan HMI harus ditempatkan
seperti apa. Agar tidak lepas dari fungsi dan peran HMI maka untuk menelaah
kondisi HMI kekinian yang seperti itu, maka kita harus melihatnya pada dua
aspek penting :
Menyorot
Kemampuan HMI dalam mendorong Kaderisasi
Kader
adalah ruh dari organisasi HMI, sebagai sistem pengkaderan dalam HMI sangat
menentukan hidup matinya organisasi ini. Dalam perjalanan dinamika pengkaderan
HMI dari masa ke masa banyak hal yang telah mengalami perubahan dalam sistem
pengkaderan HMI, ini dapat dilihat pada fenomena menurunnya budaya intelektual
dalam tubuh HMI, menurunnya kualitas wacana kader maupun manurunnya kwantitas
kader karena hampir tidak ada lagi wacana yang menjadi ciri khas dari HMI
sehingga para mahasiswa labih memilih oraganisasi yang menurut mereka masih
memiliki karakter intelektual maupun karakter ke-Islaman. Hal ini disebabkan
oleh sistem pengkaderan HMI yang selama ini digunakan pada banyak hal sudah
tidak mampu lagi menyesuaikan diri dengan perubahan – perubahan yang selalu
terjadi pada zaman maupun pada konteks ke-Indonesiaan sehingga kader – kader
HMI yang dilahirkanpun tidak mampu lagi menyesuaikan diri dinamika pemikiran
yanmg ada. Hal ini disebabkan oleh lemahnya kemampuan organisasi untuk
melakukan penyesuaian – penyesuaian seperlunya dari sistem pengkaderan yang ada
agar bisa disesuaikan dengan dialektika wacana yang berkembang. Hasilnya, HMI
hanya mampu tampil dengan pemikiran – pemikiran lama di tengah perkembangan
wacana yang berlangsung terus – menerus.
Kader
HMI hari ini lebih banyak disibukkan dengan mengurusi hal – hal yang mulai jauh
dari pengembangan wacana intelektual, sehingga jangankan melahirkan kader
seperti Cak Nur, untuk melakukan perbaikan – perbaikan sistem pengkaderan saja
HMI sudah sangat sulit untuk peduli.
Arah
Perjuangan HMI
Sebagai
organisasi perjuangan, HMI pun mulai kehilangan arah gerakan. Ini berbeda
dengan organisasi – organisasi mahasiswa lainnya hari ini yang masih tetap
berjalan dengan (terlepas dari benar atau salahnya ideologi dan orientasi
tersebut) ideologi dan orientasi gerakannya masing – masing. Ada beberapa fenomena yang dapat kita
kemukakan sebagai alasan terjadinya hal tersebut :
Pertama, hubungan antara anggota dan
alumni HMI hari ini yang mulai bergeser dari idealitasnya yaitu bergeser dari
hubungan tanggung jawab ke arah hubungan kepentingan. Ini akan mendorong
sulitnya HMI menentukan pilihan – pilihan gerakan yang tepat karena dipengaruhi
oleh hubungan anggota-alumni yang berbau kepentingan tersebut, bahkan hanya
akan merangsang munculnya benturan – benturan dalam internal HMI yang
disebabkan oleh rembesan benturan kepentingan diluar HMI.
Kedua, Tidak adanya format umum gerakan
HMI yang berlaku secara nasional, sehingga kelembagaan – kelembagaan HMI pada
tingkat lokal pun sulit untuk menemukan format gerakan yang sesuai dengan
kondisi lokal kelembagaan tersebut, kondisi perpolitikan nasional dan tanpa
meninggalkan karakter umum dari gerakan Organisasi HMI.
Ketiga, Redistribusi data dan informasi
gerakan yang tidak merata, sehingga gerakan – gerakan HMI kelihatan sangat
terpisah - pisah dan cenderung ada eksklusifitas pada masing – masing lembaga
(antar lembaga).
Keempat, Adanya ketidakmampuan organisasi
dalam mengelola dan mengontrol gerakan kader maupun kelembagaan – kelembagaan
yang ada dalam organisasi karena perkembangan organisasi yang makin hari makin
membesar.
Keempat
hal tersebut hari ini telah menjadi sesuatu yang telah dianggap biasa dalam
dinamika ke-HMI an kita, dimana kalau tidak segera diatasi maka akan lebih
banyak memunculkan problem baru dalam organisasi.
Peran kader HMI dalam membangun teknologi
berbasis islam
Kita mengakui bahwa sains dan
teknologi memang telah mengambil peranan penting dalam pembangunan peradaban
material atau lahiriah manusia.Keinginan atau obsesi akan bangkitnya
kembali peradaban Islam secara jujur lahir dari bentuk romantisisme terhadap
sejarah masa lampau. Walau begitu, keinginan itu tentunya sesuatu yang wajar.
Bahkan menjadi kewajiban setiap muslim untuk dapat membangun suatu peradaban
yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Karena itu, catatan sejarah di atas akan
membuat kita lebih bijak dalam melihat ke arah mana kita akan menuju. Satu hal
yang jelas adalah sebuah peradaban baru dapat berdiri kokoh jika berhasil
membangun suatu sistem pengetahuan yang mapan. Bangkitnya peradaban Islam akan
sangat tergantung pada keberhasilan dalam bidang sains melalui prestasi
institusional dan epistemologis menuju pada proses dekonstruksi epistemologi
sains moderen yang memungkinkan nilai-nilai Islam terserap secara seimbang ke
dalam sistem pengetahuan yang dibangun tanpa harus menjadikan sains sebagai
alat legitimasi agama dan sebaliknya. Ini sejalan dengan gagasan islamisasi
pengetahuan
Mengapa masyarakat Islam perlu melakukan
reformasi sains moderen? Bukankah sains moderen telah begitu banyak memberikan
manfaat bagi manusia? Pernyataan ini mungkin benar jika kita melihat tanpa
sikap kritis bagaimana sains moderen membuat kehidupan (sekelompok) manusia
menjadi lebih sejahtera. Argumen yang masuk akal datang dari Sal Restivo yang
mengungkap bagaimana sains moderen adalah sebuah masalah sosial karena lahir
dari sistem masyarakat moderen yang cacat. Secara historispun kita bisa
memahami bagaimana sains moderen lahir
sebagai mesin eksploitasi sistem kapitalisme. Paul Feyerabend bahkan
mengkritik sains moderen sebagai ancaman terhadap nilai-nilai demokrasi,
kualitas hidup manusia, dan bahkan kelangsungan hidup bumi beserta isinya.
Dalam kondisisi seperti ini, Islam semestinya dapat menjadi suatu alternatif
dalam mengembangkan sains ke arah yang lebih bijak.
Walau begitu, islamisasi pengetahuan adalah
sebuah proyek ambisius untuk tidak menyebutnya utopia. Proyek islamisasi
pengetahuan yang sarat dengan nilai akan sangat sulit tercapai karena
bertentangan dengan dogma sains moderen yang mengklaim dirinya sebagai “bebas”
nilai sehingga bersifat netral dan universal. Klaim netralitas dan
universalitas sains moderen itu sendiri pada dasarnya bermasalah.
Netralitas justru menjadi tempat
perlindungan bagi sains moderen dari kritik terhadap berbagai permasalahan
sosial yang diproduksinya. Sementara universalitas tidak lebih dari sekedar
alat hegemoni sains moderen terhadap sistem pengetahuan yang lain. Studi sosial
dan kultural terhadap sains moderen yang dilakukan beberapa sarjana memberi
cukup bukti bahwa sains dan pengetahuan yang dihasilkannya selalu bersifat
kultural, terkonstruksi secara sosial, dan tidak pernah lepas dari kepentingan
ekonomi dan politik.
Mencermati kondisi kekinian diatas, maka HMI sebagai lembaga perjuangan
harus mampu memainkan perannya dan melakukan langkah – langkah sistematis sebagai upaya membangun
teknologi berbasis islam yaitu :
1. Karena sains modern lahir sebagai mesin
eksploitasi system kapitalime, maka harus
membangun studi relasi antar sains dan Islam dengan tidak melepaskan
nilai – nilai dasar perjuangan.
2. Memiliki hasrat yang kuat untuk
mengusahakan tercapainya sains dan teknologi yang berbasis islam dengan menguasai
tekhnologi dan membuka ruang untuk dijadikan sebagai lapangan pekerjaan di
bawah pengawasan sendiri.
3. berpropganda /
berkampanye mengatakan kepada semua orang tentang kejahatan dibalik
perkembangan sains modern yang akan menggrogoti rakyat.
4. berorganisasi,
karena dengan organisasilah kita bisa merumuskan agenda kerja perlawanan kita
secara lebih sistematis. Ingat dibalik sains modern ada kaum kapitalis dengan
agenda globalisasinya yang mempunyai disiplin dan organisasi penindas yang rapi.
Yang paling pokok
sejatinya adalah niat kita untuk melakukan sebuah perubahan demi terwujudnya
masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
PENUTUP
HMI
dalam membangun teknologi berbasis islam
ruang sosial ke-Indonesiaan telah menjadi konsumsi nasional sehingga
masalah HMI bukan lagi menjadi masalah anggota dan kader HMI semata tapi telah
menjadi masalah bersama komponen bangsa Indonesia. Itu berarti bahwa ruang
sebesar makalah ini tidak akan bisa menyelesaikan pembahasan tentang organisasi
yang fenomenal ini. Tetapi, HMI harus selalu didiskusikan oleh anggota dan
kader – kadernya demi perbaikan – perbaikan dalam tubuh HMI. dari uraian ringkas dalam makalah ini kita
dapat menarik beberapa kesimpulan dan menawarkan secuil saran yang dapat
dipertimbangkan untuk pengembangan HMI kedepan.
Kesimpulan
HMI
sebagai organisasi Mahasiswa Islam pernah mewarnai sejarah – sejarah Nasional
yang mengantarkan HMI pada masa – masa kejayaannya. Dari sisi inilah HMI
dinilai memiliki tanggungjawab Sejarah dalam memperbaiki dinamika sosial
ke-Indonesiaan agar mampu bergerak dari masa transisi demokrasi sekarang ini
menuju iklim demokrasi yang kita cita – citakan bersama guna mempermudah
langkah kearah masyarakat Cita HMI.
HMI
hari ini menunjukkan banyak kemunduran dalam hal kaderisasi maupun arah
perjuangan. Hal ini membuat perbaikan – perbaikan organisasi menjadi sesuatu
yang mendesak untuk dilakukan.
Saran
Perbaikan
– perbaikan organisasi dapat dimulai dari penataan (sistem) kelembagaan organisasi
HMI, dengan harapan kelembagaan organisasi HMI kedepan dapat menjawab seluruh
tuntutan anggota dan kader HMI serta dapat menyesuaikan diri dengan dinamika
masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
- Ikrar, Taruna. HMI di ambang krisis; menguji vitalitas HMI memasuki abad 21 (Jakarta : Subeka Agung, 1999)
- Kurnia, Ahmad Doli. Membongkar Mitos Kebesaran HMI (Jakarta : HMI Publisher, 1999)
- Sulastomo. Prediksi Perubahan Global (Jakarta : Harian Kompas, 2000)
- Ranuwihardjo, A. Dahlan. Revolusi, Anti Imperialisme, dan Pancasila (Jakarta : INTRANS, 2002)
- Nafis, M Wahyuni dan Mochtar, Rifki (editor) HMI, Beban sejarah bagi kadernya? (Jakarta : Fosal PB HMI, 2002)
- Cahyono, Imam. Melacak “Akar” Ideologi Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Jakarta : Jurnal Pemikiran Islam Vol.1, No.2, 2003)
- Hasbullah. Refleksi Perjuangan HMI dalam Pembangunan Bangsa (Makalah)
No comments:
Post a Comment