-------------------------------------------
(18+) ane mau share video panas terbaru klik DISINI tunggu 5 detik terus klik skip add alamat menonton.
---------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
Studi tentang kepemimpinan sudah
sangat tua dan melahirkan begitu banyak teori, mulai dari the great men theory
yang menganggap bahwa pemimpin itu dilahirkan, kemudian dilanjutkan dengan
teori sifat yang mencoba menidentifikasi kepemimpinan berdasarkan sifat-sifat
yang melekat pada pemimpin yang berhasil, kemudian lahir teori prilaku yang
menganalisis kepemimpinan yang berhasil itu ditentukan oleh prilaku-prilaku
tertentu, dan teori kontingensi yang menganalisis bahwa kepemimpinan itu harus
didasarkan pada situasi dan kondisi dimana kepemimpinan itu dijalankan. Inilah
garis besar teori kepemimpinan yang berkembang selama ini.
Namun, pada tataran teori ini tidak
satupun teori yang bisa menjelaskan konsep teori apa yang cocok untuk situasi
kondisi yang ada di indonesia sebagaimana yang dijelaskan oleh teori
situasional atau kontingensi. Ada suatu konsep yang dikemukankan dari teori
lokal yang berdasarkan falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu pancasila.
Pancasila merupakan falsafah hidup
bangsa Indonesia, dimana pola hidup masyarakatnya selalu berdasarkan pada
nilai-nilai yang terkandung pada pancasila. Namun apa yang terjadi, masih
banyak dari masyarakat kita yang bisa dan mau mengamalkan nilai-nilai pancasila
dalam kehidupannya. Begitu juga dengan para pemimpin kita, kita lihat dari
puncak teratas kepemimpinan negeri kita yaitu presiden-presiden kita.
Kita mulai dari presiden kita
pertama yaitu Sukarno. Sukarno adalah pencetus dan salah satu the founding
father bangsa ini. Pancasila juga terlahir dari konsep para founding father
bangsa ini, namun jika kita lihat dari kepemimpinan Sukarno bahwa Sukarno lebih
menonjolkan kharismatiknya, tak sedikit orang yang meragukan Sukarno, namun
apakah Sukarno sudah menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kepemimpinannya. Sukarno
jika kita lihat dari sejarahnya juga tidak menerapkan seluruhnya dari
nilai-nilai pancasila, hal ini terbukti dengan keinginannya untuk menjadi
presiden seumur hidup, hal ini sangat bertentangan dengan nilai dari sila ke-4
yaitu dengan nilai-nilai demokrasinya. Begitu juga dengan paham komunisme yang
menurut sejarah dianut oleh Sukarno, hal ini bertentang dengan prinsip keadilan
yang dijelaskan dalam konsep kepemimpinan yang berkeadilan yang berarti
menempatkan sesuatu pada porsinya bukan sama rata dan sama rasa.
Kepemimpinan pancasila yang
unsur-unsur nilainya memiliki nilai universal, namun, realitanya para pemimpin
bangsa ini dalam memimpin tidak sepenuhnya memperlihatkan atau
menginternalisasikan nilai-nilai pancasila ke dalam sikap dan tingkah lakunya
untuk memimpin masyarakatnya maupun bawahannya.
A. Konsep
Kepemimpinan Di Indonesia
Kondisi lingkungan kehidupan bangsa
kita pada dekade-dekade awal abad 21 sebagaimana bangsa lain diberbagai belahan
dunia, menghadapi gelombang besar berupa meningkatnya tuntutan Demokratisasi,
Desentralisasi, dan Globalisasi.
Demokratisasi memang mengandung
makna kebebasan dan optimalitas pelaksanaan hak-hak asasi manusia tanpa
membedakan latar belakang etnik, agama, ideologi, maupun domisili. Domokrasi
didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan dan hukum yang berkeadilan serta
keputusan pada keputusan bersama yang diambil secara obyektif, rasional, dan
kemanusiaan. Namun yang berkembang bukan “kerja sama yang rasional dan
manusiawi” melainkan konflik atau disintegrasi yang seakan tidak mencerminkan
pemahaman akan nilai-nilai peradaban demokrasiyang luhur.
Desentralisasi sebagai perwujudan
nyata pelaksanaan otonomi. Sebab dengan adanya hak, kewajiban, dan wewenang
mengurusi rumah tangga daerah oleh daerah, maka jarak berbagai pelayanan publik
dan partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan bertambah dekat.
Liberalisasi perekonomian yang
menandai gelombang Globalisasi sejak dekade ahir abad 20, serta krisis dimensi
yang melanda kehidupan bangsa Indonesia, bukannya menuntut peningkatan
efisiensi dan mutu pelayanan, tetapi juga kemampuan dalam mengelola kebijakan
publik secara arif dan efektif kearah pemulihan perekonomian, integrasi
nasional, serta peningkatan ketahanan daya saing perekonomian bangsa.
Bangsa kita terasa masih tenggelam
dalam permasalahan yang timbul sebagai akibatkesalahan mendasar yang dibuatnya
sendiri, khususnya pada para pemimpin. Oleh karena itu, dalam menghadapi
masalah tersebutdiperlukan suatu dasar pendekatan bersama dan kualifikasi
segenap unsur SDM utamanya unsur pemimpin dalam berbagai lembaga pemerintahan
dan masyarakat.
Pada dasarnya kepemimpinan di
Indonesia adalah kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai pancasila
(Kepemimpinan Pancasila).
v Kepemimpinan
menurut Pak Harto
Mantan presiden Soeharto menjelaskan
tentang asas kepemimpinan Hasta Brata (delapan laku kepemimpinan). Delapan laku
tersebut antara lain:
Ø Lir Surya (matahari)
Dengan lambang ini diharapkan seorang pemimpin dapat
berfungsi seperti matahari bagi yang dipimpin. Dapat memberi semangat, memberi
kekuatan dan daya hidup bagi orang-orang yang dipimpinnya.
Ø Lir Candra (bulan)
Dengan lambang ini seorang pemimpin hadaknya berfungsi
sebagai bulan, yakni membuat senang bagi anggotanya dan memberi terang pada
waktu gelap. Ketika dalam keadaan sulit, Sang pemimpin mampu tampil untuk
memberi jalan terang atau jalan keluar dari kesulitan.
Ø Lir Kartika (bintang)
Bintang adalah sebagai pedoman bagi pelaut atau
pengarung samudra. Dengan lambang ini pemimpin handaknya berteguh iman takwa,
memiliki teguh pendirian sehingga menjadi pedoman dan panutan bagi rakyatnya
yang mungkin kehilagan arah.
Ø Lir Samirana (angin)
Dengan lambang ini, diharapkan seorang pemimpin
bersifat seperti angin, teliti, tidak mudah dihasut. Dia harus “manjing ajur
ajer” bergaul dengan rakyat lapisan manapun, guna mencari masukan untuk
menetapakan kebijakan dan keputusan.
Ø Lir Mega mendung (awan hujan)
Mendung memberi kesan menakutkan, tapi apabila hujan
turun akan bermanfaat bagi bumi. Dengan lambang ini, pemimpin diharapkan dapat
tampil berwibawa, namun keputusan dan kebijakan yang diambilnya hemdaknya
bermanfaat bagi yang dipimpinnya.
Ø Lir Dahana (api)
Dengan lambang ini, diharapkan seorang pemimpin tegas
dan keras seperti api dalam menegakkan disiplin dan keadilan.
Ø Lir Samudra (laut atau
samudra)
Dengan lambang ini, diharapkan pemimpin berwawasan
luas, sanggup menerima dan mendengar persoalan, menyeringnya dan membuat
suasana menjadi jernih kembali tanpa ada rasa dendam.
Ø Lir Bantala (bumi)
Dengan lambang ini, diharapkan pemimpin tidak hanya
mau berada diatas, tetapi juga bersedia dibawah. Sang pemimpin seolah-olah
menjadi tempat pijakan, sentosa budinya, jujur dan murah hati bagi anak
buahnya.
v Konsep Kepemimpinan Pancasila
1)
Menurut BP-7 Pusat
Berikut disampaikan suatu pemikiran
mengenai kepemimpinan yang selanjutnya diterapkan di Indonesia:
Ø Seorang
pemimpin di Indonesia hendaknya memiliki sikap dan perilaku sesuai dengan
nilai-nilai luhur pancasila
Ø Seorang
pemimpin di Indonesia adalah seorang yang mampu menanggapi kemajuan IPTEK dan
kemajuan zaman
Ø Seorang
pemimpin hendaknya berwibawa, yakni timbulnya kepatuhan yang dipimpinnya, bukan
karena katakutan, tetapi karena kesadaran dan kerelaan
Ø Seorang
pemimpin bertanggung jawab atas segala tindakan dan perbuatan yang dipimpinnya.
Dengan demikian, pemimpin benar-benar bersifat “ing ngarsa sung tulada, Ing
madya mangun karsa, Tut wuri handayani”.
2) Menurut
Kartini Kartono
Kartini Kartono menjelaskan ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh kepemimpinan, yaitu:
Ø Kepemimpinan
di Era pembangunan Nasioanal harus bersumber pada falsafah negara, yakni
pancasila
Ø Memahami
benar makna dari perencanaan, pelaksanaan, dan tujuan pembangunan yang ingin
dicapai
Ø Diharapkan
agar Kepemimpinan Pancasila mampu menggali intisari dari nilai-nilai
tradisional yang luhur, untuk kemudian dipadukan dengan nilai-nilai positif
dari modernisasi.
3) Manurut Ary
Murty
Menurut Ary Murty, Kepemimpinan
Pancasila adalah kepamimpinan yang berasas, berjiwa, dan beramal pancasila.
Sebagai keterpaduan antara penguasaan nilai-nilai luhur yang berakar pada
budaya Nusantara dengan penguasaan nilai-nilai kemajuan universal.
Adapun nilai-nilai budaya Nusantara meliputi
keterjalinan hidup manusia dengan tuhannya, keserasian hidup antara sesama
manusia serta lingkungan alam, kerukunan dan mempertemukan cita-cita hidup di
dunia dan akhirat.
Nilai-nilai kemajuan universal
meliputi pendayagunaan Sains dan Teknologi secara efektif dan efisien dalam
rangka meningkatkan kemampuan dan ketangguhan bangsa disegala aspek kehidupan.
4) Menurut
Wahjosumidjo
Menurut Wahjosumidjo, Kepemimpinan
Pancasila adalah bentuk kepemimpinan modern yang selalu menyumberkan diri pada
nilai-nilai dan norma-norma pancasila.
Kepemimpinan Pancasila, satu potensi
atau kekuatan yang mampu memberdayakan segala daya sumber masyarakat dan
lingkungan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila mencapai untuk tujuan
nasional.
Kepemimpinan Pancasila adalah suatu
perpaduan dari kepemimpinan yang bersifat universal dengan kepemimpinan
indonesia, sehingga dalam kapemimpinan pancasila menonjolkan dua unsur, yaitu
“Rasionalitas” dan “semangat kekeluargaan”.
Jadi, ada tiga sumber pokok
Kepemimpinan Pancasila, yaitu:
Ø Pancasila, UUD 1945, dan GBHN
Ø Nilai-nilai kepemimpinan universal
Ø Nilai-nilai spiritual nenek moyang.
Dalam rangka menjalankan tugas
kewajibannya seorang pemimpin harus dapat menjaga kewibawaannya. Lebih-lebih
dalam kemerdekaan dan pembangunan. Berhasilnya pembangunan nasional tergantung
peran aktif rakyat Indonesia, dengan sikap mental, tekad semangat, ketaatan dan
disiplin nasional dalam menjalankan tugas kewajibannya. Dengan demikian perlu
dikembangkan motivasi membangun dikalangan masyarakat luas dan motivasi
pengorbanan pengabdian pada unsur kepemimpinannya. Norma-norma yang tercakup
dalam Pancasila itu sekaligus merupakan sistem nilai yang harus dihayati dan
diamalkan oleh setiap warga negara, khususnya para pemimpin.
Kepemimpinan Pancasila adalah bentuk
kepemimpinan yang selalu menggambarkan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila.
Berikut disampaikan suatu pemikiran mengenai kepemimpinan yang selanjutnya
diterapkan di Indonesia:
Seorang pemimpin di Indonesia hendaknya memiliki sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila
Seorang pemimpin di Indonesia hendaknya memiliki sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila
1.
Seorang
pemimpin di Indonesia adalah seorang yang mampu menanggapi kemajuan IPTEK dan
kemajuan zaman
2. Seorang
pemimpin hendaknya berwibawa, yakni timbulnya kepatuhan yang dipimpinnya, bukan
karena katakutan, tetapi karena kesadaran dan kerelaan
3. Seorang
pemimpin bertanggung jawab atas segala tindakan dan perbuatan yang dipimpinnya.
Dengan demikian, pemimpin benar-benar bersifat “ing ngarsa sung tulada, Ing
madya mangun karsa, Tut wuri handayani” Menurut Kartini Kartono menjelaskan ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh kepemimpinan, yaitu:
-
Kepemimpinan
di Era pembangunan Nasioanal harus bersumber pada falsafah negara, yakni
pancasila
-
Memahami
benar makna dari perencanaan, pelaksanaan, dan tujuan pembangunan yang ingin
dicapai
-
Diharapkan
agar Kepemimpinan Pancasila mampu menggali intisari dari nilai-nilai
tradisional yang luhur, untuk kemudian dipadukan dengan nilai-nilai positif
dari modernisasi.
B. Sistem Kepemimpinan Nasional
Menurut Prof. Dr. Mustopadidjaja,
bahwa Kepemimpinan Nasional diartikan sebagai Sistem Kepemimpinan dalam rangka
penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, meliputi berbagai unsur dan
srtuktur kelembagaan yang berkembang dalam kehidupan Pemerintahan negara dan
masyarakat, yang berperan mengemban misi perjuangan mewujudkan cita-cita dan
tujuan bangsa sesuai dengan posisi masing-masing dalam Pemerintahan dan
masyarakat, mernurut niali-nilai kebangsaan dan perjuangan yang diamanatkan
konstitusi negara
Secara struktural, Kepemimpinan
Nasional terdiri dari pejabat lembaga-lembaga pemerintahan negara dan pemimpin
lembaga-lembaga yang berkembang dalam masyarakat, yang secara fungsional
berperan dan berkewajiban memimpin orang dan lembaga yang dipimpinnya dalam
upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara.
Menurut Anwar Ibarahim, bahwa
kepemimpinan haruslah peka dan prihatin terhadap suara dan aspirasi rakyat
serta merumuskan cara pendekatan yang melibatkan rakyat. Beliau menekankan pada
konsep Syura’ (musyawarah) dan demokrasi penyetaraan.
Pemimpin Naisonal adalah sosok yang
mampu memahami kebutuhan dan aspirasi rakyat Indonesia secara keseluruhan dan
menghayati nilai-nilai yang berlaku, agar mempunyai kemampuan memberi inspirasi
kepada bangsa Indonesia dan mempunyai visi yang sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia.
BAB II
KEPEMIMPINAN PANCASILA
A. Pendekatan
Tanggal 1 Juni, biasa mengacu pada
peristiwa sejarah saat Soekarno berpidato dalam rapat pertama Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada tanggal 29 Mei - 1
Juni 1945. Adalah benar, bahwa pada saat tanggal 1 Juni 1945 itu Soekarno
mengusulkan nama dasar negara kita dengan nama Pancasila. Sebuah nama yang
menurut Soekarno diperoleh dari seorang teman yang ahli bahasa, tanpa menyebut
siapakah nama teman tersebut.Namun, Pancasila yang diusulkan oleh Soekarno saat
itu, adalah cukup berbeda dengan Pancasila yang kita kenal saat ini. Perbedaan
itu, terutama dalam hal susunan redaksi, sistematika , atau urutan
sila-silanya. Perhatikan, Pancasila yang diusulkan oleh Soekarno saat itu :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme - atau
Perikemanusiaan
3. Mufakat - atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Tentu, cukup berbeda dengan naskah
resmi Pancasila yang kita kenal pada saat ini, yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
Naskah resmi Pancasila ini baru
disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, satu hari setelah Indonesia merdeka
melalui rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), bersamaan dengan
disahkannya UUD 1945 sebagai undang-undang dasar negara.Tanggal 1 Juni 1945 pun
bukan pertama kali sebuah gagasan mengenai lima dasar negara diungkapkan.
Tanggal 29 Mei 1945 pada rapat BPUPKI pula, dua hari sebelum Soekarno
berpidato, Muh. Yamin pun telah mengusulkan gagasan mengenai lima dasar negara
dalam pidatonya, meski tanpa menyebut secara eksplisit mengenai usulan nama
Pancasila.
B. Pengertian
Menurut Ary Murty, Kepemimpinan
Pancasila adalah kepamimpinan yang berasas, berjiwa, dan beramal pancasila.
Sebagai keterpaduan antara penguasaan nilai-nilai luhur yang berakar pada
budaya Nusantara dengan penguasaan nilai-nilai kemajuan universal. Adapun
nilai-nilai budaya Nusantara meliputi keterjalinan hidup manusia dengan
tuhannya, keserasian hidup antara sesama manusia serta lingkungan alam,
kerukunan dan mempertemukan cita-cita hidup di dunia dan akhirat. Nilai-nilai
kemajuan universal meliputi pendayagunaan Sains dan Teknologi secara efektif
dan efisien dalam rangka meningkatkan kemampuan dan ketangguhan bangsa disegala
aspek kehidupan.
Menurut Wahjosumidjo, Kepemimpinan
Pancasila adalah bentuk kepemimpinan modern yang selalu menyumberkan diri pada
nilai-nilai dan norma-norma pancasila.
Kepemimpinan Pancasila, satu potensi
atau kekuatan yang mampu memberdayakan segala daya sumber masyarakat dan
lingkungan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila mencapai untuk tujuan
nasional.
Kepemimpinan Pancasila adalah suatu
perpaduan dari kepemimpinan yang bersifat universal dengan kepemimpinan
indonesia, sehingga dalam kapemimpinan pancasila menonjolkan dua unsur, yaitu
“Rasionalitas” dan “semangat kekeluargaan”.
Agar mampu melaksanakan tugas
kewajibannya, pemimpin harus dapat menjaga kewibawaannya. Dia harus memiliki
kelebihan-kelebihan tertentu bila dibanding dengan kualitas orang-orang yang
dipimpinnya. Kelebihan ini terutama meliputi segi teknis, moral, dan semangat
juangnya. Beberapa kelebihan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1.
sehat
jasmaninya, dengan energi yang berlimpah-limpah, dan keuletan tinggi.
2.
memiliki
integritas kepribadian, sehingga dia matang, dewasa, bertanggung jawab, dan
susila.
3.
rela bekerja
atas dasar pengabdian dan prinsip kebaikan, serta loyal terhadap kelompoknya.\
4.
memiliki
inteligensi tinggi untuk menanggapi situasi dan kondisi dengan cermat,
efisien-efektif, memiliki kemampuan persuasi, dan mampu memberikan motivasi
yang baik kepada bawahan.
5.
mampu
menilai dan membedakan aspek yang positif dari yang negative dari setiap
pribadi dan situasi, agar mendapatkan cara yang paling efisien untuk bertindak.
Selanjutnya, di alam kemerdekaan dan
pembangunan sekarang, berhasilnya pembangunan nasional sangat bergantung pada
ikut sertanya seluruh rakyat Indonesia yang memiliki sikap mental, tekad,
semangat, ketaatan dan disiplin nasional dalam menjalankan tugas kewajibannya.
Untuk hal ini perlu dibangkitkan motivasi membangun di kalangan masyarakat
luas, dan motivasi pengorbanan pengabdian pada unsur kepemimpinan (local,
regional maupun nasional). Sebab dengan keteladanan yang utama- atas dasar
pengorbanan dan pengabdian pada kepentingan rakyat banyak, maka segenap rakyat
kecil akan rela berperan serta dalam usaha pembangunan. Dengan demikian, dalam
era pembangunan sekarang diperlukan tipe kepemimpinan penggugah/stimulator
dinamisator untuk menggairahkan semangat pembangunan di segala bidang
kehidupan.
Ada beberapa persyaratan yang perlu
dipenuhi oleh kepemimpinan pembangunan dan para pejabat pada aparatur
pemerintah, yaitu :
a.
Kepemimpinan
dalam era pembangunan nasional harus bersumber pada falsafah negara, yaitu
pancasila.
b.
Memahami
benar makna dari perencanaan, pelaksanaan, dan tujuan pembangunan yang ingin
dicapai. Khususnya menyadari makna pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan fisik, demi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok dan riil dari
rakyat, serta peningkatan kehidupan bangsa atas asas manfaat, usaha bersama,
kekeluargaan, demokrasi, serta prinsip adil dan adil.
c.
Diharapkan
kepemimpinan pancasila mampu menggali intisari dari nilai-nilai tradisional
kuno yang tinggi peninggalan para leluhur dan nenek moyang kita, untuk kemudian
dipadukan dengan nilai-nilai positif dari modernisme, dalam kepemimpinan
Indonesia.
Untuk lebih memahami ketiga hal
tersebut di atas, marilah kita renungkan pemikiran Dr. Ruslan Abdulgani
mengenai moral pancasila dalam kaitannya dengan kepemimpinan nasional antara
sebagai berikut :
1.
yang
dimaksud dengan pancasila adalah pancasila yang tercantum pada pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, berupa kesatuan bulat dan utuh dari kelima sila,
yaitu ketuhanan YME, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Nilai-nilai
tersebut harus dihayati, yaitu diresapi serta diendapkan dalam hati dan kalbu,
sehingga memunculkan sikap dan tingkah laku yang utama/terpuji dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk kemudian diterapkan/diramalkan dengan kesungguhan hati dalam
kehidupan bermasyarakat, karena orang menyadari sedalam-dalamnya pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa dan sumber kejiwaan masyarakat, (sekaligus
menjadi dasar negara Republik Indonesia) untuk hidup rukun damai bersama-sama.
3.
Pancasila
dan UUD 1945 menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Kebebasan
beragama adalah salah satu hak paling asasi di antara hak-hak asasi manusia,
karena kebebasan itu langsung bersumber pada martabat manusia sebagai mahkluk
ciptaan Tuhan. Kebebasan beragama itu bukan pemberian negara dan bukan pula
pemberian golongan, akan tetapi merupakan anugerah Ilahi.
Pancasila juga dapat dipakai sebagai moral bangsa.
Uraian mengenai kelima sila dari pancasila secara ringkas adalah sebagai
berikut :
1. Ketuhanan
yang maha esa
orang harus percaya dan takwa kepada Tuhan yang maha
Esa dan menghargai orang lain yang berbeda agama atau kepercayaan. Jadi ada
sikap hormat menghormati dan kerukunan hidup beragama dan ada kebebasan
beribadah tanpa paksaan.\
2. Kemanusiaan
yang adil dn beradab
tidak sewenang-wenang, dan bisa tepa salira, mencintai
sesama ,anusia. Tanpa ada diskriminasi, dan sama hak serta kewajiban asasi
pelaku manusia. Toleran terhadap sesama, saling menghormati, mampu melakukan
kegiatan-kegiatan manusiawi dan kerja sama dengan bangsa-bangsa lain.
3. Persatuan
Indonesia
cinta tanah air, menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi, menempa patriotisme dan nasionalisme.
Menempatkan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan golongan, atas
dasar Bhineka Tunggal Ika.
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam musywarah/perwakilan
bersifat demokratis, bersemangat gotong royong
(kooperatif, kolektif) dan kekeluargaan, juga patuh pada putusan rakyat yang
sah atas pertimbangan akal sehat dan hati nuraniluhur.
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Hidup sederhana, tidak boros, mengamalkan kelebihan
untuk menolong orang lain, menghargai kerja yang bermanfaat, dan ada keadilan
yang lebih merata di segala bidang kehidupan. Norma-norma yang tercakup
dalam Pancasila itu sekaligus juga merupakan sistem nilai yang perlu dihayati
dan diamalkan oleh setiap warga negara, khususnya oleh para pemimpin.
Selanjutnya, kepemimpinan pancasila ialah bentuk kepemimpinan yang selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai luhur dari norma-norma pancasila, semangat kepemimpinan Pancasila itu dapat terwujudkan, apabila nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang dapat dipadukan dengan nilai-nilai modernisasi yang positif, antara lain dengan ciri-ciri demokratis, rasional, kritis, efisien-efektif dan berdisiplin tinggi.
Selanjutnya, kepemimpinan pancasila ialah bentuk kepemimpinan yang selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai luhur dari norma-norma pancasila, semangat kepemimpinan Pancasila itu dapat terwujudkan, apabila nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang dapat dipadukan dengan nilai-nilai modernisasi yang positif, antara lain dengan ciri-ciri demokratis, rasional, kritis, efisien-efektif dan berdisiplin tinggi.
Kepemimpinan Pancasila
dapat diartikan sebagai kepemimpinan yang dijiwai Pancasila, disemangati azas kekeluargaan, memancarkan
wibawa serta menumbuhkan daya mampu untuk membawa serta masyarakat, berbangsa
dan bernegara berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Kepemimpinan yang diharapkan adalah
kepemimpinan moderen, kepemimpinan Pancasila perlu memiliki ciri-ciri tentang
sifat kepemimpinan modern. Di antara
sifat-sifat kepemimpinan modern adalah sebagai berikut:
a.
Berorientasi jauh ke depan;
Dalam menentukan kebijaksanaan dan memecahkan
persoalan, masa yang akan akan datang selalu diperhitungkan. Karena kita bukan
hidup untuk masa lampau, tetapi hidup untuk menyongsong masa yang akan datang.
b.
Berlandaskan pola pikir ilmiah;
Dalam mengambil keputusan
mengikuti penentuan masalah/ problem, penentuan
data/informasi yang diperlukan, pengumpulan data dan informasi,
analisis data, penarikan simpulan. Dengan demikian, dihindari pengambilan keputusan yang didasarkan pada emosi
atau intuisi semata-mata ataupun situasi senang dan tidak senang.
c.
Berpegang pada prinsip efesien dan efektif;
Menentukan cara yang perlu
diambil dalam menyelesaikan suatu kegiatan dengan
waktu yang sesingkat-singkatnya, biaya, sarana dan tenaga yang
minimal tetapi tercapai hasil yang maksimal. Cara ini perlu dipadukan dengan
nilai atau azas Pancasila sehingga tercapai keselarasan,
keserasian dan keseimbangan.
.
C. Pemimipin Yang Berjiwa Pancasila
Bagi suatu organisasi apapun, baik
itu Negara, Partai Politik, LSM, Ormawa, OKP, dll yang ingin memperoleh
kemajuan dalam bidang usahanya, maka kepemimpinan yang baik mutlak dibutuhkan
bagi organisasi itu terutama keahlian dalam bidang tersebut, Dalam suatu
organisasi dalam mencapai tujuannya, maka seorang pemimpin harus dapat
mengelola dan mengarahkan elemen-elemen yang ada secara baik dan teratur.
Seorang pemimpin harus dapat menciptakan suatu kerjasama yang harmonis di
antara pimpinan dan bawahan. Arti Kepemimpinan Pancasila adalah Kepemimpinan
yang membawa masyarakat dalam kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
berdasarkan Pancasila dan UUD’45. Keyakinan pemimpin pancasila :
1. Semangat Nasionalisme
2. Semangat Kekeluargaan
3. Semangat Gotong Royong
4. Pembangunan Isi Kemerdekaan
5. Pembangunan Falsafah Negara
Pancasila
6. Pembangunan Amalan Pancasila
7. Pembangunan Fungsi Manajemen
8. Pembangunan Memadu Budaya Tradisi
dan Modernisasi
9. Pembangunan Berazas Persatuan,
Kebersamaan, Kesatuan
Melihat perilaku pemimpin bangsa
kita sekarang yang bercokol di Jakarta, tentunya kita masih bersikap bijak
dengan tidak menyalahkan rakyat pemilihnya, dan tentunya kita juga tidak layak
mempermasalahkan ungkapan vox populi, vox dei, suara rakyat, suara Tuhan.
Kerena ini menyangkut pesan moral bagi pemimpin yang masih merasa beriman untuk
memperhatikan rakyat, terlepas dari rakyat pemilihnya yang memang juga tidak
bermoral, tapi ini tentunya menjadi tanggung jawab pemimpin yang masih saja
mengklaim ia di pilih rakyat, ia mewakili suara rakyat, suara Tuhan yang
tentunya tidak diskriminasi.
Pemimpin kita selalu mengklaim diri
seorang Pancasilais sejati, namun selalu menunjukan ironi, ketika dipertanyakan
nilai-nilai Pancasila yang dianutnya, ia lebih menunjukan diri sebagai
perwujudan paham nasionalisme sempit, atau suatu ketidakperdulian dengan
pembenaran di sisi lain. Dia meniadakan sila-sila Pancasila, apa lagi Bhineka
Tunggal Ika yang kita anut. Dia hanya menunjuk diri, kuasa egonya agar
diketahui dirinya orang besar yang mempunyai modal untuk menguasai dunia,
dimana Pancasila yang sesungguhnya hanya sebuah inspirasi untuk dijadikan
alatnya agar dapat di pakai dalam masa kepemimpinannya yang sifatnya sementara
ini untuk menindas. Ia hanya menjadikan Pancasila untuk meningkatkan kapitalnya
tanpa perduli terhadap yang lain, rakyat pemilihnya.
Melihat hal ini, rakyat tentunya
tahu bahwa pemimpinnya bukan pemimpin Pancasila, dan senjata untuk melawannya
tidaklah kuat jika hanya dengan seeokor Kerbau. Rakyat tentunya masih berpikir
untuk melawan pemimpin yang memperalat mereka, dan masih terus berharap
mempunyai pemimpin yang berpihak pada mereka.
Bila kita sejenak merujuk pada
referensi sejarah, Pidato Bung Karno 1 Juni tentang Lahirnya Pancasila memberi
kita pencerahan bahwa kita mendirikan negara semua untuk semua dimana tidak ada
klaim kultural maupun stempel identitas tertentu di atas blanko republik ini.
Dalam UUD 1945, Pasal 1 ayat 3 menyatakan Indonesia adalah negara hukum.
Sedangkan dalam pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, jelas tercantum “Pancasila merupakan sumber segala sumber
hukum”. Sementara Bhinneka Tunggal Ika, nilai-nilai luhurnya sudah lama ada di
sanubari tiap-tiap rakyat Indonesia. Kesadaran akan hidup bersama di dalam
keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat anak-anak bangsa di
negeri ini.
Rujukan ideologis, kultural dan
konstitusional memberi kita makna bahwa Indonesia punya cita-cita kolektif
dimana semua golongan bisa hidup berdampingan dengan berlandaskan pada
norma-norma hukum dimana sumber rujukanya adalah Pancasila. Pembangkangan
terhadap hukum dengan dalih menjaga ketertiban umum adalah sikap pengecut.
Selama bangsa ini dipimpin oleh orang-orang yang berjiwa kerdil, jangan pernah
berharap bangsa ini bisa besar. Demokrasi yang bersendi Pancasila harus dijalankan
dengan hubungan mayoritas dan minoritas yang berimbang (majority rule,
minority rights). Dalam hal ini berwujud kebijakan publik yang berkeadilan
sesuai dengan nilai-nilai kekeluargaan yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila. Tanpa itu, demokrasi hanya akan jadi pepesan kosong bagi rakyat yang
lapar rasa adil dan haus rasa nyaman.
Pemimpin Indonesia harus menjadi
“Pancasila Hidup” atau “Pancasila Berjalan” Tanggal 1 Juni 1945 merupakan momen
penting dalam sejarah bangsa Indonesia dalam menentukan ideologi Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang baru saja lahir. Kukuhnya Pancasila
sebagia dasar NKRI kenyataannya memang banyak mengorbankan nyawa sesama bangsa
sendiri. Ini membuktikan bahwa Pancasila adalah hasil kerja keras para pemimpin
bangsa dalam menghadapi kondisi pluralitas bangsa Indonesia yang terdiri atas
berbagai macam unsur, baik suku bangsa, adat istiadat maupun agama yang
berbeda-beda. Nilai-nilai universalitas Pancasila makin tampak ketika
menghadapi pluralitas masyarakat Indonesia ketimbang harus mengadopsi kelompok
agama tertentu.
Yang paling ironis sekarang ini
adalah menjadikan Pancasila hanya sebagai hiasan dinding yang tak memiliki
makna. Nilai-nilai luhur Pancasila yang memuat segala aspek kehidupan
berkebangsaan tak lagi menyentuh moralitas bangsa dan memengaruhi mentalitas
para pemimpin bangsa.
Dengan demikian, yang terjadi adalah
mentahnya nilai-nilai Pancasila dalam sanubari para pemimpin kita.
Simbol-simbol burung Garuda yang dipajang di setiap kantor pemerintahan seolah tak
memiiki pengaruh apa-apa bagi aktivitas pemerintahan sendiri. Di setiap ruangan
para pejabat tingi ada burung Garuda yang selalu mengawasi segala aktivitasnya,
namun dengan tanpa merasa berdosa mereka berani manandatangani “perjanjian”
korupsi yang jumlahnya miliaran rupiah. Di lain kesempatan mereka dengan rajin
membacakan lima sila Pancasila secara lengkap di depan para bawahannya secara
jelas dan tegas. Namun, Pancasila kini telah kehilangan eksistensinya sebagai
perekat kekuatan moral dan pemersatu bangsa. Yang paling ironis sekarang ini
adalah menjadikan Pancasila hanya sebagai hiasan dinding yang tak memiliki
makna.
Nilai-nilai luhur Pancasila yang
memuat segala aspek kehidupan berkebangsaan tak lagi menyentuh moralitas bangsa
dan memengaruhi mentalitas para pemimpin bangsa. Dengan demikian, yang terjadi
adalah mentahnya nilai-nilai Pancasila dalam sanubari para pemimpin kita.
Simbol-simbol burung Garuda yang dipajang di setiap kantor pemerintahan seolah
tak memiiki pengaruh apa-apa bagi aktivitas pemerintahan sendiri. Di setiap
ruangan para pejabat tingi ada burung Garuda yang selalu mengawasi segala
aktivitasnya, namun dengan tanpa merasa berdosa mereka berani manandatangani
“perjanjian” korupsi yang jumlahnya miliaran rupiah. Di lain kesempatan mereka
dengan rajin membacakan lima sila Pancasila secara lengkap di depan para
bawahannya secara jelas dan tegas. Namun, Pancasila kini telah kehilangan
eksistensinya sebagai perekat kekuatan moral dan pemersatu bangsa.
Tanggal 1 Juni yang diperingati sebagai
hari lahirnya Pancasila tidak hanya menjadi ajang simbolisasi peringatan yang
tak memiliki makna. Kita tidak bisa berdiam diri membiarkan nilai-nilai luhur
Pancasila hilang tanpa meninggalkan jejak. Berkaitan dengan itu semua, sebagai
bangsa yang menjujung tinggi demokrasi, sudah saatnya kita kini selektif
memilih sosok calon pemimpin yang benar-benar memiliki kapabilitas yang cukup
mumpuni dan bermoral Pancasila. Seorang pemimpin yang Pancasilais adalah sosok
pemimpin yang selalu memperhatikan nasib rakyatnya sesuai dengan tujuan
kesejahteraan dalam sila Pancasila. Seorang pemimpin yang Pancasilais adalah
sosok pemimpin yang tidak mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan
masyarakatnya. Pemimpin yang Pancasilais harus mengedepankan kepentingan rakyat
daripada kepentingan-kepentingan yang lain. Pemimpin yang Pancasilais adalah
pemimpin yang tidak terlalu berambisi mengejar jabatan demi kepentingan
pribadi, menanamkan permusuhan dengan lawan-lawan politiknya.
Pemimpin yang Pancasilais adalah sosok
pemimpin yang selalu dengan teguh mengamalkan sila-sila Pancasila dengan
sempurna. Ia adalah pemimpin yang memiliki jiwa religiositas sesuai dengan sila
pertama Pancasila, selalu menanamkan jiwa-jiwa keadilan dalam setiap aspeknya,
bersikap toleran dan terbuka sebagai jalan untuk mempersatukan semua unsur
perbedaan yang ada, dan selalu bijak dalam pengambilan keputusannya. Dalam cara
pandang sudut agama, Pancasila telah mewakili semua agama yang ada di negeri
ini. Sebagai jalan penengah di antara semua unsur perbedaan itu, Pancasila
tidak pernah memihak kepada salah satu di antara semua agama yang ada.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah nilai-nilai moral universal
di mana semua agama mengajarkannya.
Seorang agamawan yang baik sudah
pasti mengerti filsafat Pancasila menurut pandangan agamanya. Sebab, Pancasila
bersifat netral. Pancasila sesuai dengan agama apa pun yang ada di negeri ini
karena ia yakin bahwa setiap agama pasti mengajarkan nilai-nilai kebenaran,
keadilan, serta toleransi. Kalaupun ada sekelompok orang yang ingin mengganti
Pancasila dengan hukum-hukum agama tertentu, berarti ia kurang bisa membedakan
dan memahami antara agama dan substansi ajarannya.
D. Nilai-Nilai Yang Harus Dijadikan Sumber Pedoman Bagi
Seorang Pemimpin
Nilai Moral Pancasila Sebagai Sumber
Kepemimpinan :
-
Sila I : -
Iman dan taqwa - Saling menghormati - Kebebasan ibadah
-
Sila II : -
Hak-hak dan kewajiban Azasi - Toleransi dan kemanusiaan - Kerjasama
-
Sila III : -
Patriotisme, Nasionalisme - Persatuan, Kesatuan - Bhinneka Tunggal Ika 4.
-
Sila IV : -
Musyawarah, Mufakat - Melaksanakan Putusan
-
Sila V : -
Gotong royong, familier, damai.
E. Azas-Azas Kepemimpinan Pancasila
Dalam
kepemimpinan Pancasila keterpaduan pola pikir modern dengan dengan pola pikir Pancasila bertumpu pada azas-azas sebagai berikut:
1.
Azas Kebersamaan;
Menurut azas kebersamaan, dalam
Kepemimpinan Pancasila hendaknya:
a.
pemimpin dan yang dipimpin merupakan kesatuan organisasi;
b.
pemimpin tidak terpisah dengan yang dipimpin;
c.
pemimpin dan yang dipimpin saling pengaruh mempengaruhi;
d.
pemimpin dan yang dipimpin bukan unsur yang saling bertentangan sehingga tak terjadi dualisme;
e.
masing-masing
unsur yang terlibat dalam kegiatan mempunyai tempat dankewajiban hidup (dharma)
sendiri-sendiri dan merupakan suatu golonganyang
paling kuat, tetapi juga tidak menganggap kepentingan seseorangsebagai pusat;
f.
tanpa ada yang dipimpin tidak mungkin ada pemimpin;
2.
Azas Kekeluargaan dan Kegotong-royongan
Ciri-ciri kekeluargaan dan
Kepemimpinan Pancasila, di antaranya:
a.
timbul kerjasama yang akrab;
b.
kesejahteraan dan kebahagiaan bersama yang menjadi titik tumpu;
c.
berlandaskan kasih sayang dan pengorbanan;
3.
Azas Persatuan dan Kesatuan dalam Kebhinekaan;
Kita semua sadar akan kebhinekaan
Bangsa Indonesia, baik dari segi suku, bangsa, adat istiadat, agama, aliran dan
sebagainya. Namun keanekaragaman itu,
masing-masing diakui keberadaannya sendiri-sendiri dan ciri-ciri
kepribadiannya dalam persatuan dan kesatuan ibarat bunga setamandalam satu
jambangan, terdiri dari jenis bunga mawar, melati dan kenangan. Masing-masing tetap dikenal sebagai jenis bunga,
tetapi baru akan dinamakan bunga setaman bila ketiga-ketiganya ada dalam
jambangan tersebut, sehingga bunga
setaman ini merupakan suatu kesatuan. Melati tidak mengharapkan agar
mawar dan kenanga berubah menjadi melati semua. Sebaliknya mawar pun tidak akan memaksa melati supaya berubah
menjadi mawar. Bila tidak demikian,
maka tidak akan berbentuk bunga setaman.
4.
Azas Selaras, Serasi dan Seimbang;
Semua azas tersebut di atas harus
dijiwai dan disemangati oleh azas keselarasan,
keserasian dan keseimbangan, azas yang tidak mencari menangnya sendiri, adu
kekuatan, atau timbul kontradiksi, konflik dan pertentangan. Adanya perbedaan keanekaragaman adalah mencerminkan kodrat
alam yang masing-masing memiliki tempat. Kedudukan dan kewajiban serta
fungsinya sendiri-sendiri. Dengan adanya berbagai warna seperti biru, hijau, merah, kuning, jingga dan sebagainya akan
memberikan kesan yang indah apabila
tersusun secara tepat. Komposisi warna yang tepat akan menimbulkan suasana indah yang akan menumbuhkan
ketentraman batin. Di negara
Indonesia, setiap warga negara diharapkan bersikap dan bertingkah laku sesuai
dengan nilai-nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila. Seorang pemimpin diharapkan menjadi contoh teladan serta
panutan orang-orang yang dipimpinnya, mau tidak mau harus bersikap dan
bertingkah laku sesuai dengan Pancasila. Ia harus melaksanakan
butir-butir yang merupakan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari yang nyata. Perbuatannya tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.
Dikalangan ABRI telah dirumuskan
sebelas asas kepemimpinan, yang telah digali dari nilai-nilai kepemimpinan di
bumi Indonesia. Semua asas itu dapat diterapkan pada tugas-tugas kepemimpinan
pada semua sektor dan eselon, mulai dari guru dan lurah di desa, sampai pada
pejabat-pejabat lokal, regional, dan di pusat pemerintahan. Yang paling penting
dari kesebelas asas tersebut ialah tiga asas pertama, yang sangat ditonjolkan
oleh Ki Hajar Dewantara, dan pada akhirnya dijadikan prinsip utama kepemimpinan
Pancasila. Kesebelas asas tersebut ialah :
1)
Ing Ngarsa sung Tulada (di depan
memberikan teladan)
Pemimpin yang baik adalah orang yang
berani berjalan di depan, untuk menjadi ujung tombak dan tameng/perisai di
arena perjuangan, untuk menghadapi rintangan dan bahay-bahaya dalam merintis
segala macam usaha. Dengan tekad besar dan keberanian yang membara dia harus
sanggup bekerja paling berat, sambil menegakkan disiplin diri sendiri maupun
disiplin pengikutnya. Di depan dia menjadi teladan yang baik.
Seorang pemimpin harus menngabdikan
diri kepada kepentingan umum dan kepentingan segenap anggota organisasi. Dia
bukan hanya pandai memberi perintah saja, akan tetapi juga bijaksana dalam
memberikan petunuju-petunjuk, nasihat-nasihat, perlindungan dan pertimbangan.
Di depan dia harus benar-benar berani menjadi ”ujung tombak” bagi setiap usaha
rintisan dan perjuangan.
2) Ing Madya Mangun Karsa ( di tengah membangun motivasi
dan kemauan)
Pemimpin yang baik adalah pemimpin
yang mau terjun di tengah-tengah anak buahnya, merasa senasib sepenanggungan
sanggup menggugah dan membangkitkan gairah serta motivasi kerja, semangat
tempur/juang, dan etik kerja yang tinggi. Karena dia ada di tengah-tengah anak
buahnya, maka dia selalu tanggap dan mampu berpikir serta bertindak dengan
cepat serta tepat, sesuai dengan tuntutan kondisi dan situasinya.
Pemimpin yang sedemikian itu selalu
memiliki kesentosaan batin. Dia menghayati kesulitan anak buahnya, dan ikut
merasakan peristiwa-peristiwa yang gawat bersama-sama para pengikutnya.
3) Tut Wuri Handayani
Pada saat yang tepat pemimpin juga
harus sanggup berdiri di belakang anak buahnya. Hal ini bukan berarti bahwa
dengan kecut hati pemimpin ”bersembunyi” di belakang pengikutnya, dan mengekor
di balik kekuatan anak buahnya. Akan tetapi harus diartikan sebagai mau
memberikan dorongan dan kebebasan, agar bawahannya mau berprakarsa, berani
berinisiatif, dan memiliki kepercayaan diri untuk berpartisipasi dan berkarya
dan tidak selalu bergantung pada perintah atasan saja.
Nasihat-nasihat, koreksi, dan
petunjuk-petunjuk akan selalu diberikan atas dasar rasa sayang pada anak buah,
dan didorong oleh rasa tanggung jawab besar akan keberhasilan usaha yang
dilakukan bersama-sama. Dengan demikian, walaupun pemimpin berdiri dibelakang,
namun fungsinya memberikan daya kekuatan dan dukungan moril untuk memperkuat
setiap langkah dan tindakan bawahannya. Ringkasnya, dibelakang dia mendorong
dan memberi pengaruh baik ”yang menguatkan” kepada anak buahnya yang
dipimpinnya.
4) Takwa kepada TYME
Pemimpin Indonesia dituntut
agar memiliki keyakinan beragama, keimanan, dan ketakwaan yang teguh terhadap
Tuhan yang Maha Esa. Kesadaran sedemikian menimbulkan pengertian bahwa setiap
insan Indonesia mempeunyai kedudukan yang sama tingginya di hadapan Tuhan.
Kesadaran tersebut menginsyafkan seorang pemimpin, bahwa dirinya bukan seorang
yang maha super, bukan pula sumber kewenangan yang mutlak dalam menentukan
permasalahandan kedudukan orang lain, terutama bawahan dan
pengikut-pengikutnya.
Kesadaran beragama dan keimanan akan menjadikan orang tidak merasa lebih tinggi dari orang lain, sehingga dia memiliki perasaan kasih sayang, belas kasih terhadap sesama, dan semangat persaudaraan terhadap bawahan yang harus dibimbing dan dikembangkan. Karena itu keimanan kapada Tuhan akan membawa orang untuk selalu berbuat adil, benar, jujur, sabar, tekun dan rendah hati (tidak sombong).
Kesadaran beragama dan keimanan akan menjadikan orang tidak merasa lebih tinggi dari orang lain, sehingga dia memiliki perasaan kasih sayang, belas kasih terhadap sesama, dan semangat persaudaraan terhadap bawahan yang harus dibimbing dan dikembangkan. Karena itu keimanan kapada Tuhan akan membawa orang untuk selalu berbuat adil, benar, jujur, sabar, tekun dan rendah hati (tidak sombong).
Kepercayaan kepada Tuhan akan
membuat kalbu dan hati menjadi bersih dan suci lahir batin dan membuat pemimpin
menjadi hening, heling, dan awas waspada. ”Hening” dalam bahasa
Indonesianya berarti diam, teduh, tenang. Dalam hal ini pemimpin diharapkan
memiliki batin yang telah mengendap, sehingga dia selalu imbang tenang, tidak
pernah gentar, tidak mudah menjadi gugup, khususnya pada saat-saat yang gawat.
Dalam menghadapi cobaan hidup dan bahaya yang mengancam jiwapun dia harus tetap
tenang dan tidak menjadi panik. Sebab apabila dia menjadi takut dan panik, maka
para pengikutnya menjadi kacau, dan organisasi mendapatkan kerugian. ”Heneng”
tenang, namun penuh ketabahan menghadapi segala tugas-tugas pekerja, serta
harus berupaya mencari jalan keluar dari jalan buntu, dan tidak pernah
kehabisan akal menyelesaikan setiap permasalahan yan harus ditangani.
“Hening” artinya
bening, bersih, suci, sejati, ceria, jernih, murni. Pemimpin itu harus memiliki
keheningan batin, yaitu ketulusan, kelurusan dan keikhlasan. Dia selalu bersikap
jujur terhadap diri sendiri dan terhadap para pengikutnya, tanpa memiliki
pamrih kecuali mengabdi dan melayani sebagai seorang pemimpin. Dalam keheningan
rasa dan ciptanya, dia selalu tekun memikirkan kemajuan organisasi dan
kesejahteraan anak buah yang dibina dan dibimbingnya.
“Heling” artinya
ingat, sadar, dan insyaf. Yaitu menyadari hakikta alam dengan segala
hukum-hukumnya, juga selalu ingat pada perilaku yang luhur, baik dan jujur.
Dengan demikian akan terhindar kesulitan, bahaya, kesdihan, kemelaratan,
kesengsaraan dan penderitaan. Ingat pula bahwa keserakahan hati, kemunafikkan
dan kejahatan itu selalu akan menyebarkan malapetaka dan kesedihan, baik pada
diri sendiri maupun bagi rakyat banyak.
“Awas” artinya
dapat melihat. Dapat melihat gejala yang ada di dunia, dengan jalan menguak
tabir penyelubung, sehingga setiap peristiwa tampak jelas tanpa penutup, dan
bisa dipahami benar karena semua sudah terbuka, orang tidak perlu merasa
ragu-ragu, takut, dan cemas. Maka dengan kemampuan menyingkap segala tabir
kehidupan, akan tersingkap semua rahasia. Orang tidak menjadi takut, bahkan
justru dapat membuat macam-macam rencana untuk masa depan. Semua kesulitan dan
hambatan bisa diatasi, sehingga perencanaan dan pelaksanaan kerja bisa
diselesaikan menurut jadwal semula.
Awas itu juga mengandung pengertian
waspada dan bijaksana. Waspada itu tajam penglihatan, antisipatoris, bahkan
menembuas penglihatan ke depan, tahu sebelum terjadinya sesuatu.
Bijaksana itu mengandung pengertia
pandai, cakap, mahir, bijaksana, mahir, ahli, berpengalaman, cerdik banyak
akal, sehingga pribadi yang bersangkutan memiliki kewibawaan untuk memimpin.
5) Waspada purba wisesa (waspada dan berkuasa)
Waspada itu mempunyai ketajaman
penglihatan dan juga mampu menembus penglihatan ke depan, mampu mengadakan
forecasting atau meramal bagi masa mendatang, atau bersifat futuristik. Sedang
”murba” atau ”purba” itu artinya mampu mencipta atau mampu mengendalikan
menguasai.
Wasesa ialah
keunggulan, kelebihan, kekuasaan berdasarkan kewibawaan, atau kewibawaan yang
disertai kekuasaan. Jadi purba wasesa ialah mampu menciptakan dan mengendalikan
semua kelebihan/keunggulan dan kekuasaan.
6) Ambeg paramarta
Ambeg itu artinya mempunyai
sifat-sifat. Paramarta (sansekerta : paramartha) artinya yang benar, yang
hakiki. Maka ambeg paramartha itu artinya murah, karim, dermawan, mulia, murni,
baik hati. Biasanya ”paramartha” selalu disertai dengan ”adil” jadi ambeg
adil-paramartha berarti : bersikap adil, mampu membedakan yang penting dan yang
tidak penting, sehingga mendahulukan hal-hal yang perlu dan penting, dan
menomorduakan peristiwa-peristiwa yang remeh dan tidak penting. Jadi, pemimpin
itu harus cakap menyusun satu sistem hierarki, agar selalu dapat memeriksa
(haniti priksa), serta menata segala usaha dan prilaku. Ringkasnya, dia mampu
dengan tepat memilih mana yang harus didahulukan, dan mana yang harus diusulkan
kemudian serta selalu bersikap adil.
7) Ambeg prasaja (bersifat sederhana)
Ambeg prasaja pada diri pemimpin itu
berarti dia bersifat sederhana, terus terang, blak-blakan, tulus, lurus,
ikhlas, benar, dan toleran. Sikapnya bersahaja/tunggal, hidupnya juga tidak
berlebih-lebihan, tetap sederhana, dan tidak tamak.
8) Ambeg Satya (setia)
Amberg satya itu ialah bersifat setia,
menepati janji, dan selalu memenuhi segala ucapannya. Pemimpin sedemikian ini
dapat dipercaya sebab dia jujur-lurus-tulus dan setia, cermat, tepat, dan loyal
terhadap kelompoknya. Dia senantiasa berusaha agar hidupnya berguna, dan bisa
membuat senang serta bahagia orang lain, terutama bawahan atau anak buahnya.
9) Gemi Nastiti ( hemat dan teliti-cermat)
Pemimpin yang baik itu sifatnya
hemat cermat, dan berhati-hati, tidak boros. Hemat karena ia mampu melaksanakan
semua pekerjaan dengan efektif dan efisien. Hemat pula dalam mengelola sumber
tenaga manusia, material, dan harta per,odalan, dan menyingkiri semua tingkah
laku yang tidak memberi manfaat.
Cermat itu dalam bahasa Jawanya
ialah nastiti, yaitu meneliti dengan sangat hati-hati segala karya, perbuatan,
dan peristiwa di sekitarnya. Sedang berhati-hati artinya : pemimpin itu selalu
bernalar, cermat, dan teliti. Selalu menggunakan duga prayoga, yaitu pandai
menduga-duga apakah yang paling prayoga/baik pada suatu saat. Lalu menghindari
hal-hal yang bisa mendatangkan mara bahaya dan kesengsaraan. Dia sadar dan
mampu membatasi penggunaaan dan pengeluaran apa saja untuk keperluan yang
benar-benar penting.
10) Blaka (
terbuka, jujur, lurus)
Pimpinan yang baik harus bersikap
terbuka, komunikatif. Dia bersedia memberikan kesempatan kepada bawahan dan
orang lain untuk mengemukakan sugesti usul, pendapat, kritik yang konstruktif,
dan koreksi. Dia tidak merasa terlalu bodoh atau malu hati untuk belajar dari
lingkungan dan bawahannya sendiri sekalipun. Sebab, belajar dari pengalaman
orang lain itu merupakan pemerkayaan pribadinya. Ringkasnya, personnya
merupakan satu sistem yang terbuka.
11) Legawa
(tulus ikhlas)
Legawa artinya rela dan tulus
ikhlas, setiap saat dia bersedia untuk memberikan pengorbanan. Sifat orangnya
ialah pemurah (murah hati), karim, dan dermawan. Dia mudah merasa senang
bahagia dengan kesukaan yang kecil-kecil, dan tidak mabuk oleh kesukaan yang
besar-besar. Karena itu sifatnya prasaja/sederhana dan tulus rela. Jika terjadi
kekecewaan dan kegagalan, maka dia bisa ”mupus” atau menghibur diri, dan pasrah
menyerah dengan hati yang murni kemudia bangkit kembali, berusaha membangun dan
berkarya lagi.
F. Sumber Kepemimpinan Pancasila
Ada tiga sumber pokok Kepemimpinan
Pancasila, yaitu:
1.
Pancasila,
UUD 1945, dan GBHN
2.
Nilai-nilai
kepemimpinan universal
3.
Nilai-nilai
spiritual nenek moyang.
Hal-hal yang dapat dianggap sebagai
sumber kepemimpinan Pancasila antara lain berupa :
a. Nilai-nilai
positif dari modernisme
b. Intisari
dari warisan pusaka berupa nilai-nilai dan norma-norma kepemimpinan yang
ditulis oleh para nenek moyang.
c. Refleksi dan
kontemplasi mengenai hakikat hidup dan tujuan hidup bangsa pada era pembangunan
dan zaman modern, sekaligus juga refleksi mengenai pribadi selaku ”manusia
utuh” yang mandiri dan bertanggung jawab dengan misi hidupnya masing-masing.
G. Landasan Kepemimpinan Pancasila
Selanjutnya, pada tingkat, jenjang
serta di bidang apa pun, pemimpin harus mempunyai landasan pokok berupa
nilai-nilai moral kepemimpinan, seperti yang telah diwariskan oleh nenek moyang
bangsa Indonesia. Keempat macam landasan pokok kepemimpinan itu ialah :
1. Landasan
diplomasi (bersumber pada ajaran almarhum Dr. R. Sosrokartono ):
a) Sugih tanpa
banda (kaya tanpa harta benda)
b) Nglurung
tanpa bala (melurug tanpa balatentara)
c) Menang tanpa
ngasorake (menang tanpa mengalahkan)
d) Weweh tanpa
kelangan (memberi tanpa merasa kehilangan)
2. Landasan
Kepemimpinan
a) Sifat
ratu/raja: bijaksana, adil, ambeg paramarta, konsekuen dalam janjinya.
b) Sifat
pandita: membelakangi kemewahan dunia, tidak punya interest-interest, dapat
melihat jauh ke depan/waskita
c) Sifat
petani: jujur, sederhana, tekun, ulet, blaka
d) Sifat guru :
memberikan teladan baik.
3. Landasan
Pengabdian (Sri Mangkunegara 1)
a) Ruwangsa
handarbeni (merasa ikut memiliki negara)
b) Wajib melu
angrungkebi (wajib ikut bela negara)
c) Mulat Sarira
hangrasa wani (mawas diri untuk bersikap berani)
BAB III
KEPEMIMPINAN
PANCASILA DALAM PERSPEKTIF PEMIMPIN YANG ADA DI INDONESIA
Kepemimpinan pancasila, teori ini
mengisyaratkan bahwa kepemimpinan itu harus didasarkan pada nilai-nilai
pancasila seperti yang dijelaskan oleh lima sila yang ada pada idiologi negara
ini. Kepemimpinan pancasila menurut Drs. Sukarna dalam bukunya yang berjudul
“kepemimpinan dalam administrasi Negara” adalah kepemimpinan yang Thesis
(percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa), kepemimpinan yang humanis (memiliki rasa
kemanusian), kepemimpinan yang demokratis, kepemimpinan yang runitaris
(mempersatukan) dan kepemimpinan yang sosial justice ( kepemimpinan yang
berkeadilan).
Kepemimpinan pancasila
mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang
mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kepemimpinanya, baik itu nilai
keTuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai
keadilan. Secara lebih terperinci akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Thesis atau yang berke-Tuhanan Yang Maha
Esa
Kepemimpinan Thesis adalah
kepemimpinan yang religius dan melaksanakan hal-hal yang harus diperbuat yang
diperintahkan Tuhannya, dan menjauhkan diri dari setiap larangan Tuhan dan
agamanya. Kepemimipinan ini didasarkan pada sila pertama yaitu ke-Tuhanan Yang
Maha Esa. Kepemimpinan tipe thesis ini biasanya dimainkan oleh tokoh-tokoh
agama, tokoh-tokoh religius dan pemimpin yang taat pada aturan agamanya.
Ajaran-ajaran agama menjadi tolak ukur setiap tindakan yang diambil oleh
pemimpin yang seperti ini. Konsep kepemimpinan thesis ini sangat susah
diterapkan karena merupakan konsep ideal suatu kepemimpinan, dan merupakan das
sein namun das sollennya tidak semua pemimpin mampu mewujudkannya. Kepemimpinan
tipe ini sangat dipengaruhi oleh ajaran agama yang dianutnya, misalnya Islam
dengan gaya nabi panutannya yaitu Nabi Muhammad, kemudian Kristen dengan tokoh
panutannya yaitu Jesust Crist, serta Hindu dan Budha dengan Dewa yang mereka
yakini sebagai tokoh panutan dalam bertindak.
2. Kepemimpinan yang humanis
Kepemimpinan model ini berdasarkan
sila ke-2 pancasila kita yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Maka setiap
tindakan kepemimpinan harus berdasarkan perikemanusiaan, perikeadaban dan
perikeadilan. Perikemanusiaan diartikan sebagai suatu tindakan yang didasarkan
nilai-niali kemanusiaan yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Perikeadaban
dimaksudkan sebagai nilai-nilai manusia yang beradab, yang memiliki etika
sosial yang kuat dan menjunjung tinggi kebersamaan yang harmonis. Kemudian
perikeadilan dianggap sebagai prilaku pemimpin yang adil kepada setiap orang
yang dipimpinnya, adil bukan berarti sama rata, namun adil sesuai dengan hak
dan kewajibannya atau sesuai dengan porsinya. Praktek kepemimpinan model ini
juga tidak gampang, perlu pembelajaran dan penghayatan yang mendalam dan harus
tertanam dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari para pemimpin model ini.
3. Kepemimpinan yang unitaris atau nasionalis
Kepemimpinan yang mengacu pada sila
ke-3 ini yaitu persatuan indonesia tidak boleh melepaskan diri dari
nasionalisme yang sehat. Nasionalisme diartikan sebagai kesetiaan tertinggi
dari setiap inividu ditujukan kepada kepribadian bangsa. Ada 4 fungsi
nasionalisme bagi kepemimpinan administratif menurut Drs. Sukarna, yaitu:
a.
Mempersatukan
seluruh kekuatan politik, ekonomi, sosial budaya dan bangsa Indonesia
b. Mengeliminasi
dominasi asing, ataupun yang bersifat asing dalam politik, ekonomi, sosial dan
budaya
c.
Mempertahankan
kepribadian bangsa indonsia di tengah-tengah percaturan global
d. Mengusahakan
gengsi dan pengaruh dalam dunia internasional
Kepemimpinan yang menyatukan yang menjadikan perbedaan itu ke suatu arah tujuan bersama itulah ide utama dari kepemimpinan tipe ini, dengan perbedaan yang ada kita tetap teguh dan kuat dalam menghadapi tantangan dan acaman dari luar. Esensinya bahwa rasa cinta pada negeri yang rasional dan kemampuan untuk menyatukan berbagai kepentingan dalam masyarakatnya. Kepemimpinan tipe ini harus bebas dari primordial yang sempit, harus mempunyai wawasan nusantara yang mendalam, agar tidak terpengaruhi oleh iming-iming asing yang menggoda sesaat.
Kepemimpinan yang menyatukan yang menjadikan perbedaan itu ke suatu arah tujuan bersama itulah ide utama dari kepemimpinan tipe ini, dengan perbedaan yang ada kita tetap teguh dan kuat dalam menghadapi tantangan dan acaman dari luar. Esensinya bahwa rasa cinta pada negeri yang rasional dan kemampuan untuk menyatukan berbagai kepentingan dalam masyarakatnya. Kepemimpinan tipe ini harus bebas dari primordial yang sempit, harus mempunyai wawasan nusantara yang mendalam, agar tidak terpengaruhi oleh iming-iming asing yang menggoda sesaat.
4. Kepemimpinan demokratik
Kepemimpinan administratif yang
mengacu pada sila ke-4 yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan atau dengan kata lain adalah kepemimpinan
demokratis pancasila. Adapun ciri-ciri kepemimpinan yang demokratis pancasila
ini menurut Drs. Sukarna adalah sebagai berikut:
a.
Kepemimpinan
administartif tunduk dan taat kepada kehendak serta aspirasi-aspirasi rakyat di
dalam segala bidang baik yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
b. Kepemimpinan
administratif selalu melaksanakan amanat rakyat yang tertuang dalam falsafah
hidupnya sendiri, UUD dan aturan lain yang ada dibawahnya yang merupakan
aspirasi dan suara rakyat
c.
Kepemimpinan
demokratik selalu menjunjung tinggi falsafah”ambeg paramarta” yaitu
mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, buka ororiter atau
tirani
d. Kepemimpinan
demokratik harus menjunjung tinggi penegakan hukum, karena negara kita adalah
negara hukum
e.
Kepemimpinan
administratif mempunyai kewajiban untuk menegakan HAM
f.
Kepemipinan
yang demokratik pada dasarnya tidak memusatkan kekuasaan pada satu tangan,
namun meyerahkannya kepada pembagian yang proporsional.
5. Kepemimpinan social justice
Kepemimpinan yang didasarkan pada
sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Kepemimpinan
berkeadilan itulah konsep dasar teori ini, adil dalam hal ini bukan sama rata
dan sama rasa, namu lebih pada adil yang sesuai dengan hak dan kewajibannya,
harus proporsional, oleh karena itu untuk menerapkan kepemimpinan ini perlu
strategi yang tepat untuk mengasah kemampuan membuat suatu kebijaksanaan yang
benar-benar bijaksana. Pemimpin yang menganut paham ini harus pandai membaca
situasi, harus pandai mencari kearifan dan menemukan hal-hal yang tidak pernah
dikemukakan orang lain yang benar-benar sesuai dengan kondisi masyarakat. Ada
beberapa ciri-ciri kepemimpinan yang berkeadilan (Sukarna, 2006,75), yaitu:
a.
Kepemimpinan
selalu mendahulukan kepentingan orang yang mengikutinya atau kepentingan umum
diatas kepentingan pribadi atau kelompok;
b.
Tidak
bersifat nepotisme atau mendahulukan orang-orang terdekat dalam setiap
pengambilan;
c.
Mampu
menegakkan keadilan;
d.
Tidak
mungkin mewujudkan keadilan sosial jika dalam suatu negara atau suatu
organisasi yang pemimpinnya menganut paham otoriterisme, karena dalam konsep
otoriterisme tidak meengenal keadilan model ini;
e.
Menempatkan
pengikutnya diatas segalanya, karena dia sebagai pelayan pengikutnya.
BAB IV
KESIMPULAN
Masyarakat indonesia adalah
masyarakat majemuk, yang memiliki corak kebhinekaan, baik etnis, suku, budaya,
maupun keragaman dalam polotik dan ekonomi. Karena hal itu, kerap menimbulakan
pola pikir yang mementingkan kelompok atau primordialisme.
Kondisi yang demikian menyebabkan
masyarakat Indonesia secara umum, masih sulit mengadakan penyesuaian terhadap
hadirnya nilai-nilai baru. Oleh karena itu, diperlukan sosok kepemimpinan yang
dapat mengintegrasikan keragaman tersebut dan dapat memadukan atau menggali
inspirasi dari nilai-nilai luhur Nusantara dan nilai-nilai kamajuan universal,
yang disebut dengan Kepemimpinan Pancasila.
Kepemimpinan yang berjiwa pancasila
adalah pemimpin dambaan semua masyarakat indonesia. Pemimpin yang selalu
mendahulukan kepentingan masyarakat atau kepentingan bersama dari pada
kepentingan lain atau kepentingan pribadi. Pimpinanlah yang merupakan motor
pergerakan dari suatu usaha atau kegitan, juga dalam pengambilan keputusan, dan
kebijakan yang dapat mempermudah pencapaian tujuan dari organisasi itu secara
efktif dan efisien. Kepemimpinan Pancasila adalah kepemimpinan yang dapat
memancarkan watak pribadi dan sikap untuk membina berkembangnya rasa persatuan,
kebersaman dan sikap untuk membina berkembangnya rasa persatuan, kebersamaan ,
keselarasan, keseimbangan dan keserasian hidup.
Arti Kepemimpinan Pancasila adalah
Kepemimpinan yang membawa masyarakat dalam kesadaran bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD’45. Keyakinan pemimpin pancasila :
1. Semangat Nasionalisme
2. Semangat Kekeluargaan
3. Semangat Gotong Royong
4. Pembangunan Isi Kemerdekaan
5. Pembangunan Falsafah Negara
Pancasila
6. Pembangunan Amalan Pancasila
7. Pembangunan Fungsi Manajemen
8. Pembangunan Memadu Budaya Tradisi
dan Modernisasi
9. Pembangunan Berazas Persatuan,
Kebersamaan, Kesatuan
Dalam
kepemimpinan Pancasila keterpaduan pola pikir modern dengan dengan pola pikir Pancasila bertumpu pada :
1. Azas Kebersamaan;
2. Azas Kekeluargaan dan Kegotong-royongan
3. Azas Persatuan dan Kesatuan dalam Kebhinekaan;
4. Azas Selaras, Serasi dan Seimbang;
Ada tiga sumber pokok Kepemimpinan
Pancasila, yaitu:
1. Pancasila,
UUD 1945, dan GBHN
2. Nilai-nilai
kepemimpinan universal
3. Nilai-nilai
spiritual nenek moyang.
-------------------------------------------
(18+) ane mau share video panas terbaru klik DISINI tunggu 5 detik terus klik skip add alamat menonton.
---------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment