-------------------------------------------
(18+) ane mau share video panas terbaru klik DISINI tunggu 5 detik terus klik skip add alamat menonton.
---------------------------------------------------
MEMBANGUN NASIONALISME DALAM MENGHADAPI MEA
A. Latar Belakang
Sebelum
kemerdekaan dan masa awal kemerdekaan, Nasionalisme senantiasa didengungkan
oleh petinggi bangsa ini. Harapannya kemudian, Indonesia bisa menjadi kuat dan
senantiasa menjaga persatuan dengan mencintai negri Indonesia. Dengan rasa
cinta Indonesia atau nasionalisme maka musuh-musuh dari luar akan mudah
ditaklukan. Begitu pentingnya rasa mencintai negri sehingga ia menjadi jiwa suatu
bangsa.
Membela
dan mencintai negara sendiri tidak hanya pada tataran menjaga keamanan dari
gangguan dari negara lain, hari ini cinta bangsa sendiri atau disebut
nasionalisme berkembang menjadi upaya untuk menjamin integritas dan eksistensi
NKRI, baik dalam aspek ideology, politik,ekonomi, sosial budaya maupun
pertahanan keamanan.
Dewasa
ini, gangguan dari luar bukan hanya pada persoalan keamanan saja, namun
gangguan-gangguan dari luar merupakan hal yang tidak kasat mata dan cenderung
seperti malaikat penolong yang sejatinya pembunuh massal sejati. Ancaman itu
merupakan persoalan pencurian asset negara, pelemahan produk lokal yang
berkedok pasar bebas.
Kini,
sebentar lagi kita akan memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean
Economy Community (AEC). Suatu era pasar bebas yang mendengungkan kebebsan
berproduksi, kebebsan konsumsi, peningkatan kualitas produksi dan banyak hal
lain yang diagung-agungkan.
Budaya
masyarakat Indonesia yang lebih mencintai produk luar negri (impor) dibanding
produk negri sendiri akan mengakibatkan masyarakat hanya menjadi penonton
dibanding sebagai pelakon dalam MEA nantinya. Untuk itulah dibutuhkan
reknstruksi budaya yang lebih membangun negeri kita sendiri sehingga penulis
mengangkat judul dalam makalah ini yakni “:
“Rekontruski
Budaya dalam Menghadapi MEA”
B.
Pembahsan
MEA
merupakan bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya system
perdagaangan bebas antara Negara-negara asean. Indonesia dan sembilan negara anggota
ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau
ASEAN Economic Community (AEC).
Negara-
negara ASEAN sepakat dan memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang
stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil,
dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi (ASEAN Vision 2020).
Pada KTT Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional
pada tahun 2020, ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN dua
pilar yang tidak terpisahkan dari Komunitas ASEAN. Namun dalam forum selanjutnya MEA kemudian
dipercepat menjadi tahun 2015 yang artinya MEA telah berada di gerbang.
Dalam
artian yang ideal, MEA merupakan angin segar bagi pesaing dalam Pasar dan yang
akan diuntungkan adalah masyarakat atau konsumen. Bagaimana tidak MEA membawa
sihir barang murah dan berkualitas bagi konsumen, peningkatan kualitas produksi
setiap negara Asean, dan persaingan pasar bebas. Namun, ada yang sulit untuk
dibendung yakni persaingan antar negara yang memiliki kesenjangan, baik pola
pikir, sistem produksi dan modal. Tidak ada alasan bagi negara Asean manapun,
negara berkembang dan negara maju sama-sama disaingkan. kita bisa
menganalogikan seperti yang terjadi di Pasar misalnya : Pedagang A dan pedagang
B sama-sama memproduksi Gula Pasir, namun pedagang A masih dengan cara
tradisional dan modal minim sehingga hasil produksi sedikit. Bandingkan dengan
pedagang B yang memiliki modal lebih besar dan sistem produksi yang canggih
sehingga dengan cepat mengahsilkan gula. Hasilnya adalah Pedagang A menjual
gula dengan lebih mahal dari pedagang B, yang kemudian para konsumen akan
membeli barang yang lebih murah yakni kepada pedagang B. Apa yang terjadi
selanjutnya ? Ketika para konsumen telah dimanjakan dengan barang murah hasil
dari pedagang B, maka pedagang A lambat laun merugi dan bangkrut atau gulung
tikar.
Dari
contoh kecil diatas, ini bisa terjadi dalam MEA. Negara yang sistem produksi
belum secanggih negara yang lain serta modal yang minim dan hanya bergantung
pada para investor akan disandingkan dengan negara yang sebaliknya. Kita tahu
bahwa Indonesia mengalami kondisi seperti pedagang A yang menjadi ketakutan
adalah para pedagang lokal akan mati dan menjadi buruh-buruh di negri sendiri
bagi negara lain.
B.1 Membangun
Nasionalisme Untuk mengahadapi MEA
Nasionalisme diartikan secara
sederhana yakni cinta dan siap membela tanah air. Tentu saja untuk mencintai
perlu mengenali dan untuk itu kenalilah negri kita. Indonesia dikenal dengan
budaya cinta impor. Sebagaian masyarakat sangat gemar membeli dan memakai
barang-barang dari luar (impor). Dalam sehari-hari kita kerap kali mendengar
kalimat “Ini impor, pasti bagus” , kalimat itu yang seringkali penulis temukan
dalam kehidupan sehari-hari. masyarakat akan lebih bangga memakai produk luar
dibanding produk sendiri. Anehnya barang konsumsi yang diimpor kerap kali
mengecewakan. Seperti halnya makanan dan minuman, siapa yang menafikkan bahwa
beras lokal lebih baik dari beras impor, daging lokal jauh lebih baik dari
beras inpor. Namun anehnya masyarakat masih saja menggemari barang impor, ini
dikarenakan harga yang miring menjadi daya tarik konsumen. Prestise bagi
menjadi salah satu alasan konsumen beralih pada barang impor. Orang akan keren
ketika memakai barang impor dari negara ini dan negara itu.
Lalu bagaimana ketika MEA telah
berlaku dan Budaya cinta impor ini masih tetap disanjung ? Tentu ini menjadi iblis yang sangat
menakutkan. Ketika budaya ini masih digangrungi maka produk lokal akan
benar-benar jatuh. Penulis teringat kalimat “Kalau bukan kita siapa lagi” Tentu
kalimat ini harus kita budayakan dalam MEA nantinya. Barang-barang dari negara
lain akan membanjiri Indonesia nantinya. Untuk itulah Nasionalisme atau cinta
negri harus kita kembangkan. Ketika kecintaan ini kita kembangkan, maka kita
senantiasa akan memperhatikan sesama sebangsa kita. Ketika kita mulai mencintai
produk dalam negri dan pemerintah membantu dalam peningkatan produksi maka
penulis yakin bahwa kita bangsa Indonesia akan mampu membendung arus MEA.
C.
Peran Perempuan dalam membangun Nasionalisme
Perempuan merupakan tokoh dalam
keluarga yang dilekatkan dengan tugas sebagai pendidik. Artinya pendidik bukan
hanya untuk anak-anaknya namun juga bagi suaminya serta lingkungannya.
Dalam MEA, peran perempuan sebagai
pendidik sangat dibutuhkan. Meski gerak-geraknya hanya pada tataran keluarga
dan rumah sekitar namun ketika perempuan bisa menjadi pendidik yang sukses maka
perempuan-perempuan dapat menjadi pembendung dalam pasar bebas MEA. Perempuan dapat mengajarkan bagaimana
mencintai negeri sendiri kepada keluarganya. Menunjukkan perilaku kecintaan
negeri sendiri, akan membuat keluarga lambat laun akan mengikuti perilaku
pendidik. Jika para perempuan sadar akan peran ini, penulis yakin Indonesia
akan maju.
D.
Kesimpulan
Nasionalisme ketika dipahami dan
disadari akan menjadi senjata ampuh dalam menghadapi MEA dan perempuan memiliki
peran sentral dalam membangun sikap Nasionalisme.
Daftar
Pustaka
http//books.google.co.id/books?
Wacana,
sebuah Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya “Nasionalisme dan Penafsiran”
hhtps://trimahendrasosiologi.wordpress.com/2012/09/01/rekonstruksi-budaya-dalam-mengubah-perilaku-sosial-masyarakat/
-------------------------------------------
(18+) ane mau share video panas terbaru klik DISINI tunggu 5 detik terus klik skip add alamat menonton.
---------------------------------------------------